PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Gedung Academic Center UIN Raden Fatah mendadak riuh, Rabu siang itu (29/10/2025). Spanduk besar membentang di panggung: Kongres ke-V Forum Komunikasi BEM Perguruan Tinggi Agama Islam se-Indonesia.
Ratusan mahasiswa memenuhi kursi. Ada yang datang dari pulau jauh, ada yang baru menjejak ibu kota provinsi untuk pertama kali. Wajah-wajah penasaran, penuh harap, bercampur teriakan khas mahasiswa yang tak pernah selesai menyala.
Di barisan depan kursi kehormatan, hadir Wali Kota Palembang Ratu Dewa bersama Wakilnya, Prima Salam. Di sisi lain, Wakil Menteri Pertanian RI Sudaryono, Gubernur Sumsel Herman Deru, dan Rektor UIN Raden Fatah, Prof. Dr. Muhammad Adil, duduk dalam satu deret.
Para pejabat ini tak datang untuk seremoni biasa. Mereka datang di hadapan generasi yang kelak disebut-sebut sebagai pengiring Indonesia menuju 2045, ketika negara ini genap satu abad.

Tema kongres hari itu seperti memanggil urgensi zaman: “Konsolidasi Gerakan Mengawal Kebangsaan dan Keberagaman.”
Ilham, Ketua Pelaksana Kongres sekaligus Ketua DEMA UIN Raden Fatah, berdiri di podium. Suaranya mantap, tanpa jeda ragu.
“Kongres ini bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Itu bukan kebetulan. Pemuda harus bersiap menyambut Indonesia Emas 2045,” ujarnya.
Ruang itu sejenak hening, lalu tepuk tangan pecah.
Ilham bicara tentang lulusan-lulusan terbaik yang harus lahir dari kampus. Bukan sekadar sarjana berijazah, tapi manusia yang bisa menggerakkan republik.
“Insyaallah akan lahir pemimpin masa depan dari sini,” katanya.
Sang Rektor, Prof. Adil, tampil lebih hangat. Ia menyambut seluruh peserta dengan senyum yang tak dibuat-buat.
“Selamat datang di Bumi Sriwijaya. Semoga Palembang memberi kenyamanan,” ucapnya.
Kalimat sederhana, tapi terasa seperti tuan rumah yang membuka pintu rumahnya lebar-lebar.
Lalu giliran Gubernur Herman Deru. Ada nada lain dalam suaranya—lebih strategis, lebih politis.
“UIN Raden Fatah sudah punya banyak fakultas. Tapi ke depan, kenapa tidak ada Fakultas Pertanian?” katanya.
Deru berbicara soal ketahanan pangan—tema yang terasa makin relevan di tengah krisis global.
“Kita butuh SDM hebat untuk itu,” lanjutnya.
Segenap hadirin menyimak. Mahasiswa paham betul, ucapan seorang gubernur bisa menjadi isyarat arah pembangunan. Atau sekadar janji dalam udara. Waktu yang akan menguji.
Namun bagi para mahasiswa yang duduk berdesakan sore itu, kongres bukan soal protokoler. Bukan sekadar sambutan panjang yang biasanya segera dilupakan.
Kongres adalah ruang untuk merumuskan ulang kemahasiswaan, membangun jejaring lintas kampus Islam, dan—siapa tahu—merancang strategi peran anak muda dalam republik yang sedang bergerak cepat.
Di luar gedung, matahari condong dan angin membawa bau Sungai Musi. Di dalam gedung, slogan Indonesia Emas bergaung.
Dan semua orang yang hadir—entah pejabat, rektor, atau mahasiswa—tahu satu hal:
Jika masa depan memang akan lahir dari kampus-kampus seperti ini, maka sejarah, pada hari itu, sedang duduk di barisan paling depan.
TEKS : WARMAN P | EDITOR : IMRON SUPRIYADI | FOTO : DOK.PANPEL











