Hujan baru saja reda di Dealova, Kelurahan Air Kepala Tujuh, Pangkalpinang. Tanah merah di kebun itu masih basah, memantulkan bau anyir bercampur lumpur. Di ujung lahan, sebuah sumur tua berdiam diri, mulutnya ditutup seng berkarat.
Polisi berseragam hitam-hitam berdiri mengelilingi, sebagian berbisik, sebagian memegang senter. Ketika penutup sumur dibuka, bau busuk menyambar, menusuk hingga ke tenggorokan. Dari dasar sumur yang gelap, siluet tubuh perlahan terangkat—kaos biru, celana jeans biru, kaos kaki hitam abu-abu, dan di permukaan kulitnya, sayatan-sayatan tajam yang seperti menceritakan kekerasan yang tak sempat ia elakkan.
Korban itu adalah Adityawarman, 48 tahun, wartawan senior sekaligus Pemimpin Redaksi media online lokal Okeyboz.com. Dunia pers Bangka Belitung terperanjat—dan berduka. Ia tak hanya dikenal sebagai jurnalis yang vokal, tapi juga figur yang teguh menjaga independensi pemberitaannya. Kini, tubuhnya terbujur kaku, dikeluarkan dari sumur kebunnya sendiri, Jumat (8/8/2025) sekitar pukul 14.00 WIB.

Polisi menduga, Adityawarman dibunuh lebih dulu sebelum jasadnya ditenggelamkan ke sumur. Pelaku yang disebut-sebut sebagai penjaga kebunnya telah ditangkap di Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan. Mobil Daihatsu Terios putih milik korban ditemukan bersama penangkapan itu.
Hilang Kontak
Sehari sebelum penemuan itu, Kamis (7/8/2025) pagi, Adityawarman berpamitan kepada keluarganya. Pukul 10.40 WIB, ia mengatakan akan ke kebun untuk bertemu seseorang. “Kemarin itu katanya Bapak mau ketemu dengan orang Swiss-Bell. Setelah itu, dari sekitar jam 11.30 WIB sampai sekarang nomornya tidak bisa dihubungi lagi,” kata Nava Praditya Oktarila, 23 tahun, putri korban.
Sejak siang, ponsel ayahnya mati total. Keluarga resah, lalu melapor ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Babel, Jumat pagi. Laporan itu dibenarkan Direktur Kriminal Umum Polda Babel, Kombes Pol Muhammad Rivai Arvan. “Tim Jatanras sedang melakukan penyelidikan,” ujarnya singkat.
Peluru Waktu
Penyelidikan berjalan cepat. Informasi di lapangan mengarahkan tim ke kebun milik korban. Lokasi itu sepi, hanya suara serangga dan sisa hujan yang menetes dari daun-daun. Begitu sumur dibuka, semua berubah menjadi mencekam. Jasad Adityawarman yang penuh luka sayatan benda tajam mengakhiri pencarian 24 jam penuh kegelisahan keluarga.
Pelaku yang diamankan kini menjalani pemeriksaan intensif. Motif pembunuhan belum terang, tapi dugaan mengarah pada konflik pribadi atau pekerjaan jurnalistik korban—dua wilayah yang kerap berpotongan tajam dalam karier wartawan di daerah.
Duka yang Memukul Dunia Pers
Kematian Adityawarman adalah kehilangan besar bagi komunitas pers Bangka Belitung. Lebih dari dua dekade ia menghabiskan hidupnya di dunia jurnalistik. Rekan-rekannya di Pers Pro Jurnalismedia Siber (PJS) mengenalnya sebagai orang yang tak pernah mau menukar prinsip dengan kenyamanan.
“Kami semua berduka. Dia orang yang berintegritas,” ujar seorang rekan dekatnya. Seruan mereka satu: polisi harus mengusut tuntas dan menghukum pelaku seberat-beratnya.
Bagi wartawan di daerah, peristiwa ini adalah pengingat pahit—bahwa mengungkap kebenaran sering kali berarti mengundang bahaya. Namun seperti yang diyakini Adityawarman semasa hidupnya, diam adalah pilihan yang lebih mematikan.
Jenazahnya akan dimakamkan setelah proses autopsi di RS Bhayangkara Polda Babel. Duka merayap dari ruang duka keluarga, menjalar ke meja-meja redaksi, hingga ke pembaca yang mengenal tulisannya. Di ujung hari, suara hujan kembali turun di Dealova—membasuh tanah merah di sekitar sumur itu, tapi tidak bisa menghapus jejak tragedi.
TEKS : YULIE AFRIANI | EDITOR : IMRON SUPRIYADI



 
																						










