Laporan Dugaan Pelanggaran Kades Sukaraja Logika Hukumya Kacau

menganalisa laporan di kepolisian, logika hukumnya kacau

PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Laporan dugaaan pemalsuan SK Pemberhentian terhadap Kaur Keuangan Desa Sukaraja, Kecamatan Muaradua Kisam, Kabupaten OKU Selatan, Sumsel, atas nama Nike Ardila, secara hukum logikanya kacau.

Hal itu dikatakan  Ricky, MZ, SH, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PERADI Pergerakan Palembang, ketika memberi keterangan pers di Palembang, didampingi rekan tim-nya; Muhammad Padli SH, Zaly Zainal SH, Soeheindra Tamzil SH, Bild Yawenda P Negara SH, M. Ridwan, SH dan Aries Ravivan, SH.

Pernyataan Ricky ini, terkait Laporan Polisi (LP) di Polda Sumsel tentang dugaan SK Pemberhentian terhadap Kaur Keuangan Desa Sukaraja Muara Dua Kisam OKU Selatan, Nike Ardila melalui kuasa hukumnya M Aminudin SH beberapa hari lalu, ke Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumsel, Sabtu, (01/02/2025).

logika hukumnya kacau

Namun, menganalisa laporan terhadap klien-nya ini di kepolisian, Ricky menegaskan, LP itu logika hukumnya kacau. Sebab menurut Ricky, pemecatan Kaur Keuangan Desa Sukaraja, atas nama Nike Ardila telah dilaksanakan secara prosedur yang benar, melalui SK Kepala Desa Sukaraja, Kecamatan Muaradua Kisam, Kabupaten OKU Selatan, tanggal 24 september 2024.

Pemecanatan ini tegas Ricky, sudah dilandasi surat rekomendasi dari Camat Muaradua Kisam tanggal 14 agustus 2024 dan Surat Bupati OKU Selatan tanggal 23 September 2024.

M. Aminuddin Bersama kliennya melaporkan oknum Kades Sukaraja, Kabupaten OKU Selatan berinisial MH dilaporkan ke SPKT Polda Sumsel, Sabtu 1 Februari 2025.–Kurniawan/Koranpalpres.Com

“Berdasar pada dua surat itulah, klien-kami, dalam hal ini Kades Sukaraja atas nama Muspan Hayadi,  menerbitkan SK Pemberhentian Kaur Keuangan Desa Sukaraja atas nama Nike Ardila. Jadi semua kebijakan klien-kami, bukan tanpa dasar hukum, semua dilakukan berdasar hukum,” tegas Ricky.

makin tidak logis

Oleh sebab itu, Ricky menegaskan bila kemudian dua surat diatas dihubungkan dengan LP yang dibuat Polda Sumsel, dengan menuduh klien-nya telah melakukan pemalsuan SK Pemberhentikan, hanya untuk pencarian dana desa tahab II, hal itu sangat tidak benar.

“Kalau dasar tersebut kami komparasikan dengan LP yang dibuat di Polda Sumsel yang menyatakan pemalsuan SK Pemberhentian dilakukan demi untuk pencairan dana desa Rp300 juta yang merupakan tahap 2 itu tidak benar,” kata Ricky, Kamis (6/2/2025).

Ricky menegaskan, melihat Surat Tanda Terima Laporan Polisi (STPL) makin tidak logis. Apalagi, dalam STPL itu ada tuduhan, Kades Sukaraja telah nekat melakukan pemalsuan dengan cara menerbitkan SK Pemberhentian terhadap Nike Ardila.

Bahkan, dalam STPL tertulis “telah melaporkan dugaan tindak pidana Pasal 263 dan atau 266 KUHP” yang didasarkan terbitnya SK Pemberhentian untuk mencairkan dana desa.

Dari STPL itu, Ricky dan tim-nya kemudian menyoal tentang waktu pencairan dana desa tahab II dilakukan. “Muncul pertanyaan, kapan sebenarnya pencairan dana desa tahap dua dimaksud dilaksanakan? sebelum atau setelah tanggal 24 September?, dan apakah pencairan telah terealisasi atau dapat dicairkan?” tegas Ricky mempertanyakan hal itu.

tuduhan itu tidak nyambung

Lebih lanjut, Ricky menjelaskan, jika pencairan dana dilakukan di Bulan Oktober, maka tuduhan itu tidak nyambung. “Sebab pada bulan tersebut, Nike Ardila sudah tidak lagi menjabat sebagai Kaur Keuangan Desa Sukaraja,” jelas Ricky.

Lagi pula, Ricky menegaskan, bila kades akan mencairkan dana desa, dipastikan ada dasar hukum yang mendasarinya, diantaranya ada surat perintah (SPRINT) dari atasannya.

“Sepengetahuan kami, kalau pencairan dana desa itu, pasti ada SPRINT dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)-nya, serta pencairan dimaksud pun telah terealisasi dengan baik sejak Oktober 2024,” tegasnya.

Menganalisa hal itu, Ricky menegaskan, klien-nya tidak akan melakukan pencairan dana desa dengan sembarangan, atau tanpa ada SPRINT dari atasannya.

“Oleh sebab itulah, hal yang mustahil bila pencairan dilaksanakan secara sembrono oleh klien-kami. Apalagi dikatakan SK Pemberhentian Nike Ardila untuk tujuan mencairkan dana desa. Hal itu tambah tidak masuk di logika hukum. Argumentasi dan alasan yang demikian itu tidak logis,” tambahnya.

tidak ada hubungannya

Terhadap adanya tuduhan klien-nya melanggar Pasal 263 dan atau 266 KUHP yang terkait dugaan penerbitan SK Pemberhentian palsu, Ricky menegaskan, hal itu tidak ada hubungannya.

“Jelaslah, hal itu tidak ada korelasinya antara SK Pemecatan untuk tujuan mencairkan dana desa dengan tuduhan melanggar Pasal 263 dan/atau 266 KUHP tentang Pemalsuan Surat. Logikanya kacau jika yang pakai nalar seperti itu,” tegasnya.

Pada masalah ini, Ricky dan tim-nya juga menyoal tentang SK Pemberhentian palsu yang dituduhkan kepada kline-nya. Sebab, SK itu diterbitkan oleh Pemerintah Desa Sukaraja, dan ditandatangani langsung Kepala Desa Sukaraja, bukan oleh orang lain.

“Surat atau SK mana yang dipalsukan? Kalaupun SK pemecatan Nike Ardila selaku Kaur Keuangan Desa Sukaraja yang mereka maksud, maka tidak mungkin palsu atau dipalsukan. Sebab, SK pemecatan itu kades langsung yang bertandatangan. Atau menurut mereka surat itu menggunakan atau menyuruh seseorang menggunakan surat palsu? Lagi-lagi ini masih tanda tanya, surat palsu yang mana yang dipertanyakan? apakah surat camat atau surat bupati?” Ricky mempertanyakan lagi.

Hal yang janggal lainnya menurut Ricky, ketika menyimak pemberitaan di media. Sebelumnya, tersebar informasi di sejumlah media, Camat Muaradua Kisam, Adi Ismul Mubarok, memastikan pemecatan terhadap Kaur Keuangan Desa Sukaraja, Nike Ardila oleh Kepala Desa Sukaraja dinyatakan tidak sah.

Logika berfikirnya kacau

Logika ini, menurut Ricky sangat tidak sesuai dengan prosedur penerbitan SK Pemberhentian yang jelas-jelas diketahui Camat Muaradua Kisam.

“Mereka sebagai pihak yang menyatakan demikian, menurut kami, nalarnya tidak nyambung. Logika berfikirnya juga kacau. Kami tidak tahu persisnya, ini salah tulis berita atau memang betul, sumbernya ada pernyataan atau wawancara langsung ke Nike Ardila atau dari Saudara M Aminudin, dan atau ada kesalahan penyampaian keterangan dalam bukti tertulis di STPL laporan polisi mereka. Ini musti clear,” tegasnya.

Sebab, menurut Ricky, dalam penerbitan surat itu, tidak mungkin bila Camat Muaradua Kisam sebagai atasan kades, tidak mengetahui terkait pemecatan saudari Nike Ardila sebagai Kaur Keuangan.

“Sebab, atasan langsung kades ya camat. Jadi ya pasti camat yang memberikan surat rekomendasi, terkait pemecatan tersebut. Bagaimana mungkin camat mengatakan SK itu tidak sah? Kan aneh?!” tegasnya.

Menurut Ricky, seharusnnya dalam kasus ini, Nike Ardila maupun M Aminudin bisa membawa kasus ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang. Melalui (PTUN), menurut Ricky, kasus ini bisa diujikan.

“Atau jika terdapat kerugian yang nyata, dapat pula, masalah ini masuk ke kamar perdata di Pengadilan Negeri. Itu baru benar kamarnya,” tegas Ricky.

tumpang tindih

Berdasar pada tumpang tindihnya logika hukum dalam laporan itulah, Ricky dan tim-nya juga mempertanyakan sikap Polda yang dengan mudah menerima laporan itu.

Ricky menilai, sikap pelapor, Nike Ardila melalui kuasa hukumnya M Aminudin yang tercantum dalam LP Nomor: LP/B/140/II/2025/SPKT POLDA SUMSEL tanggal 1 Febuari 2025, memunculkan kesan dan spekulasi Ricky dan tim-nya, terhadap pihak kepolisan atas kasus ini.

“Mengapa laporan yang seperti itu begitu mudah diterima di kantor Kepolisian sekelas Polda Sumsel? Kesannya kok spekulatif? Kenapa LP demikian dapat diterima, dan apa yang menjadi pertimbangan dan keyakinan polisi hingga mau menerima laporan Nike Ardila melalui kuasa hukumnya M Aminudin?” ujarnya.

mengoreksi kepolisian

Oleh sebab itu, sangat beralasan bila kemudian, Ricky dan tim-nya harus mengoreksi pihak kepolisian dalam kasus ini. “Patut dan sangat beralasan untuk dikoreksi dan dievaluasi LP No. 140 tersebut melalui Irwasum maupun ke Propam Polda Sumsel,” tegasnya.

Selebihnya, menurut Ricky, korban dalam hal ini Kades Sukaraja, Muspan Hayadi, SH dapat saja membuat laporan balik dalam bentuk LP terkait hal ihwal yang menyangkut LP tersebut.

“Dasarnya jelas, Pasal 220 KUHP atau Pasal 317 KUHP atas dasar pengaduan atau pemberitahuan palsu, jika apa yang dilaporkan ke polisi tidak benar. Intinya laporan palsu yang demikian, secara eksplisit melarang setiap orang membuat laporan palsu,” tegasnya.**

TEKS : TIM MEDIA LBH PERADI PERGERAKAN  |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *