Palembang | KabarSriwijaya.NET – Mereka bukan partai. Mereka bukan ormas. Tapi di Palembang, nama mereka bergaung di tiap lorong kampung: Relawan BarataYudha.
Awalnya, pasukan ini hanya gerbong sukarelawan yang lahir dari semangat Pilkada 2024. Namun siapa sangka, bara yang mereka nyalakan tak padam usai kotak suara ditutup.
Dua tahun lamanya, BarataYudha bekerja senyap tapi rapi. Struktur mereka menjalar seperti akar di bawah tanah — 18 kecamatan, 107 kelurahan, dan 4.173 RT. Tiap ujung jaring punya “Kapten”, panggilan khas yang terdengar seperti pasukan perang, bukan tim sukses.
“Dari awal kami tahu, ini bukan sekadar soal Yudha menang atau kalah,” kata salah satu koordinator lapangan di Plaju, sembari menyalakan rokok kretek. “Ini soal bagaimana kami tetap hidup setelah suara dihitung.”
Kalah, tapi Tak Tumbang
Saat Pilkada Walikota Palembang 2024 tiba, Relawan BarataYudha berjibaku. Poster Yudha Pratomo Mahyuddin dan Baharuddin menempel di dinding warung, di gapura, bahkan di tiang listrik.
Hasilnya? Tak buruk. Pasangan Yudha–Bahar mencatat 30,32% suara — sekitar 229.895 suara rakyat. Namun tetap kalah dari Ratu Dewa–Prima Salam yang melaju dengan 46,52% atau 352.696 suara.
Bagi sebagian orang, kekalahan itu tanda bubar. Tapi tidak bagi BarataYudha.
Mereka justru berkumpul kembali. Diskusi kecil di warung kopi jadi rapat evaluasi. Grup WhatsApp yang sempat sepi kembali hidup.
Dan kemudian, langkah besar itu diambil.
12 Mei 2025: Serbuan ke Kantor Demokrat
Tanggal itu jadi sejarah kecil di politik Palembang. Ratusan Kapten BarataYudha — dari kecamatan hingga RT — mendatangi Kantor DPC Partai Demokrat Palembang.
Mereka datang bukan untuk protes, tapi untuk bergabung. “Kami mau lanjutkan semangat Yudha di jalur partai,” kata salah satu Kapten, suaranya lantang di depan plang biru bertuliskan Demokrat.
Dari Relawan ke Gerakan Aspirasi
Namun langkah BarataYudha tak berhenti di sana. Mereka mulai bergerak sistematis: menemui Fraksi Demokrat dan sejumlah Fraksi DPRD Palembang lainnya.
Misi mereka sederhana tapi penting — agar program Yudha–Bahar tetap hidup, meski kekuasaan kini di tangan lawan. “Politik itu bukan soal kursi, tapi soal gagasan,” ujar seorang Kapten Kelurahan di Seberang Ulu. “Kami hanya ingin program pro-rakyat itu diteruskan.” ujar Dedek Chaniago, yang akrab disapa Jenderal DC ini.
Transformasi: Lahirnya Relawan Biru
Waktu berjalan. Dinamika berubah. Di tengah perjalanan politik yang makin kompleks, BarataYudha memilih berganti baju.
Bukan bubar, tapi bertransformasi.
Kini mereka menyebut diri “Relawan Biru.” Biru bukan sekadar warna partai, tapi simbol semangat baru — tenang, stabil, tapi dalam.
Relawan Biru tak lagi hanya bicara Pilkada. Mereka bicara aspirasi publik, pendidikan kader, dan pemberdayaan masyarakat.
“Kami tidak ingin hanya hidup ketika ada kontestasi. Kami ingin tetap ada di tengah rakyat, dan mendengar mereka,” tegas Jenderal DC.
Dalam waktu dekat, Relawan Biru akan mendeklarasikan diri secara resmi. Bukan hanya deklarasi, tapi kongres kecil: membentuk kepengurusan, menyusun program kerja, dan menetapkan arah politik ke depan.
Bocoran programnya?
Fokus mereka ada dua: menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, dan menggelar pelatihan peningkatan kapasitas (capacity building) — dari tingkat RT sampai kecamatan. “Juga, tentu saja, mempersiapkan diri untuk Pemilu mendatang,” tegasnya.
Kader yang Tak Mau Lelah
Kata Jenderal CD, jika partai adalah kapal besar, maka relawan adalah dayung yang membuatnya bergerak. “Begitu kira-kira filosofi BarataYudha — yang sekarang menjadi Relawan Biru — yang masih dan akan terus berdenyut,” tegasnya.
Mereka sadar, politik di Indonesia sering kali berhenti di hari pencoblosan. Tapi mereka menolak pola itu. Bagi mereka, politik adalah kerja harian, bukan pesta lima tahunan.
“Kami sudah belajar banyak dari perjalanan Pilkada kemarin,” ujar Jenderak DC lagi. “Kemenangan sejati itu bukan di TPS, tapi ketika rakyat masih percaya kita datang setelah pemilu,” tambahnya.
Dari Lorong ke Lorong, dari RT ke Hati
Kini, di kampung-kampung Palembang, obrolan warung kopi tak lagi sekadar soal harga sembako atau isu viral. Kadang mereka bicara soal program aspirasi, konsolidasi, bahkan pelatihan kepemimpinan RT.
BarataYudha sudah berganti nama, tapi semangat mereka masih sama: mendengar rakyat, mendekat ke rakyat, dan hidup bersama rakyat.
Politik, buat mereka, bukan soal jabatan. Tapi soal keberlanjutan gerakan. Sebab, seperti kata salah satu pendirinya, “Yang kalah belum tentu berhenti. Yang berhenti, pasti kalah,” tegas Dedek.
Dari gerakan ini, Redaksi KabarSriwijaya.NET memliaht, fenomena pasca-Pilkada Palembang 2024, di mana relawan politik memilih bertahan dan bertransformasi menjadi gerakan sosial-politik baru.
Dalam lanskap politik daerah yang sering pragmatis, kehadiran Relawan Biru bisa menjadi eksperimen baru tentang bagaimana idealisme dan jaringan akar rumput bisa terus hidup di luar musim pemilu.**
TEKS / FOTO : TIM RELAWAN BIRU | EDITOR : IMRON SUPRIYADI














