PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Pada 30 September 2025, 15 santri terbaik Sumatera Selatan bersiap meninggalkan kampung halaman untuk sebuah misi besar: mengharumkan nama pesantren Sumsel di Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) Internasional 2025.
Ajang yang digelar di Pesantren As’adiyah Sengkang, Wajo, Sulawesi Selatan, 1–7 Oktober itu bukan kompetisi biasa. Inilah edisi perdana MQK yang naik ke level dunia. Pesantren-pesantren dari berbagai negara Asia Tenggara hadir membawa delegasi. Indonesia, Brunei Darussalam, Malaysia, Myanmar, Kamboja, Vietnam, hingga Timor Leste bersiap unjuk kebolehan.
Seleksi Ketat, Harapan Besar
Menurut Muhammad Badrut Tamam, Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan Islam Kanwil Kemenag Sumsel, ke-15 santri ini adalah hasil seleksi panjang dan serius. Mereka berasal dari Palembang, Banyuasin, Prabumulih, dan Muara Enim. “Kita memilih melalui sistem Computer Based Test. Dari sekian banyak peserta, hanya mereka yang terbaik,” ujar Badrut Tamam.
Para santri dibagi ke dua kategori. Kategori wustho (tujuh santri) akan berkompetisi di cabang nahwu, akhlak, fiqih-ushul fiqih, dan hadist-ilmu hadist. Sedangkan kategori ulya (delapan santri) tampil di cabang nahwu, tafsir-ilmu tafsir, tarikh, dan tauhid. Mereka didampingi 11 ofisial dan pembina yang menjadi pengayom sekaligus penguat semangat.
Perjalanan Panjang Menuju Pesantren As’adiyah
Rombongan dijadwalkan terbang pukul 11.20 WIB dari Palembang, transit di Jakarta, lalu melanjutkan penerbangan ke Makassar. Dari sana, mereka menempuh perjalanan darat sekitar enam jam menuju Sengkang. Sepanjang perjalanan, doa-doa tak henti dilantunkan. Di pundak mereka terpikul harapan besar masyarakat Sumatera Selatan.
“Para santri baik putra maupun putri akan menginap di Pesantren As’adiyah selama even berlangsung. Pembukaan kegiatan dilaksanakan pada 2 Oktober pagi dan ditutup pada 7 Oktober,” jelas Badrut Tamam.
Lebih dari Sekadar Kompetisi
Bagi Kakanwil Kemenag Sumsel, Dr. H. Syafitri Irwan, MQK Internasional bukan sekadar lomba. Ini adalah panggung perjumpaan ilmu, budaya, dan peradaban Islam Nusantara dengan dunia. “Ini kesempatan menimba pengalaman sebanyak mungkin. Semoga santri-santri kita dapat menampilkan performa terbaik, meraih prestasi, dan mengharumkan nama Sumatera Selatan,” ujarnya penuh harap.

Kakanwil melihat even ini sebagai titik balik. Santri yang terbiasa membaca kitab kuning kini berdialog dengan dunia. Ada nilai dakwah, ada nilai ukhuwah Islamiyah lintas negara, dan ada ruang memperkenalkan kekayaan khazanah pesantren Indonesia.
Menghidupkan Tradisi Kitab Kuning
Musabaqah Qiraatil Kutub (MQK) sejak awal digagas untuk menghidupkan kembali tradisi membaca dan mengkaji kitab-kitab klasik. Tradisi ini adalah jantung pesantren. Dalam kitab-kitab itulah tersimpan hikmah, fiqih, sejarah, hingga akhlak yang telah membimbing umat Islam selama ratusan tahun.
Majalah Al-Muslimun melihat perhelatan ini sebagai momentum emas. Santri Sumsel tidak hanya membawa nama daerah, tetapi juga membawa pesan moral: bahwa tradisi pesantren bukanlah tradisi usang. Ia hidup, relevan, dan siap menjawab tantangan zaman.
Menyongsong Era Baru Pesantren Sumsel
Kehadiran santri Sumsel di MQK Internasional menjadi cermin kemajuan. Mereka adalah generasi yang mewarisi kitab, namun juga akrab dengan teknologi dan dunia global. Seleksi berbasis CBT, pembinaan intensif, hingga pembekalan manajemen diri adalah bukti bahwa pesantren Sumsel kini lebih adaptif.
Di balik keberangkatan ini, masyarakat Sumsel menyimpan doa yang sama: semoga para santri pulang membawa prestasi, ilmu, dan pengalaman untuk ditularkan kembali kepada adik-adik mereka di pesantren masing-masing.
Dakwah yang Mengglobal
Perhelatan MQK Internasional 2025 adalah sejarah baru. Baru pertama kali Musabaqah ini hadir di level dunia. Dalam forum ini, santri-santri Nusantara berkesempatan menunjukkan bahwa pesantren bukan hanya pusat pendidikan agama, tetapi juga pusat lahirnya pemimpin dan intelektual muslim.
Di Sengkang, Wajo, para santri Sumsel akan bertemu rekan sejawat dari berbagai negeri. Ada yang datang dengan logat Melayu, ada yang membawa tradisi pesantren Thailand Selatan, ada pula yang membawa warna Myanmar atau Kamboja. Semua bersatu dalam semangat yang sama: meneguhkan Islam rahmatan lil ‘alamin.
Catatan Akhir Majalah Al-Muslimun
Bagi Majalah Al-Muslimun, cerita keberangkatan ini bukan hanya tentang angka dan nama peserta. Ini adalah kisah tentang keberanian menapaki panggung dunia dengan membawa kitab kuning di tangan, doa di bibir, dan niat mengabdi di hati.
Sumsel boleh berbangga. Lima belas santri itu bukan sekadar peserta. Mereka adalah duta ilmu, duta akhlak, dan duta Sumatera Selatan di pentas internasional.
Semoga perjalanan ini menjadi awal langkah baru pesantren di Sumatera Selatan, untuk terus berkiprah, berprestasi, dan mendakwahkan Islam yang mendalam, cerdas, serta penuh kasih sayang.
TEKS : Humas Kemenag Sumsel / Yulie | Editor : Imron Supriyadi





