Muara Enim | KabarSriwijaya.NET – Suasana Gedung PDKT Muara Enim, Sabtu, 6 September 2025, pukul 09.30 WIB terasa berbeda. 50-an undangan dan jemaah hadir secara berangsur. Jamaah berkumpul dalam acara Seminar Inspirasi Haji yang digelar AMITRA (FIFGroup) dan Bank Muamalat Cabang Muaraenim.
Hadir pada acara ini berbagai tokoh, di antaranya Kepala Cabang FIFGROUP, Aron P. Hutalung, Pimpinan Cabang Bank Muamalat Muara Enim Melda Nirmala, diwakili Ayu Lidia (Customer Service), Kasi Haji Kementerian Agama (Kemenang) Muaraenim, Ustadz H.M. Amin, Lc, serta KH. Taufik Hidayat, S.Ag, M.I, Kom, Pendiri dan Pimpinan Pondok Pesantren Laa Roiba Muara Enim, penceramah utama.
Tak ketinggalan, Radian Kurniawan, Marketing AMITRA Muara Enim, hadir memberikan penjelasan terkait solusi finansial bagi jamaah yang ingin segera menunaikan ibadah haji.
Pertanyaan Allah: Ke Mana Kita Pergi?
Pada awal ceramahnya KH. Taufik, tak menjelaskan syarat dan rukun haji secara fiqhiyah. Sebab, menurut alumnus Trainer Emotional Spiritual Quotient (ESQ) yang dipimpin Motivator Ary Ginanjar Agustian ini, persoalan syarat dan rukun haji, bisa diperoleh jemaah pada saat jemaah mengikuti manasik haji.
BACA ARTIKEL TERKAIT LAINNYA :
Bingung Mau Ke Tanah Suci? Semua Bisa Haji Bersama AMITRA
Membuka ceramahnya, pria kelahiran Kikim Kabupaten Lahat, 24 April 1975 ini mengawali dengan dengan sebuah ayat Suroh At-Takwir ayat 26 yang sarat makna; “Fa Aina Tadzhabûn?” – “Maka ke manakah kalian akan pergi?”
Kita kembali ke Asal
Pertanyaan ini tidak sekadar tentang arah perjalanan jasmani. Ia adalah interpelasi Ilahi, ujian eksistensial: ke mana hidup kita diarahkan, ke mana hati kita berpaling, ke mana energi dan usia kita diinvestasikan?

Mengutip Seorang sufi, KH Taufik mengatakan, “Kita akan pergi menuju satu titik berhenti yang bernama kematian.” Ada pula yang berkata, “Kita akan kembali ke asal.”
KH Taufik kemudian bertanya kepada salahs atu jemaah; “Bapak sekarang umur berapa?”
“Empat puluh lima tahun,” ujar jemaah.
Mengutip Suroh Al-A’raaf ayat 34, KH Taufik menjelaskan : Wa likulli ummatin ajal, fa iżā jā`a ajaluhum lā yasta`khirụna sā’ataw wa lā yastaqdimụn
“Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu; maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya.”
Dalam tradisi Jawa, hidup disebut hanya “mung mampir ngombe” — sekadar singgah untuk minum, kemudian kita menuju terminal berikutnya bernama : kematian!
Tetapi jawaban paling kuat dan paling lurus justru datang dari teladan Nabi Ibrahim.
Menurut alumnus Jurusan Dakwah Fakultas Ushuluddin IAIN Raden Fatah Palembang 1997 ini, manusia sering menunda kewajiban dengan alasan duniawi, padahal hidup hanyalah singgah sebentar. :Dan Ajal pasti datang kapan dan dimana saja!”
Belajar dari Jawaban Nabi Ibrahim
KH Taufik lalu mengajak jamaah menengok sikap Nabi Ibrahim sebagaimana termaktub dalam QS. Ash-Shaffat: 99: “Inni dzahibun ila Rabbi sayahdîn.Sesungguhnya aku akan pergi menuju Tuhanku, Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” tambahnya.
“Jawaban Nabi Ibrahim ini tegas. Tidak ada tawar-menawar. Beliau menuju Rabbnya, meski penuh pengorbanan,” jelas KH. Taufik dengan suara bergetar.
Lalu ia menambahkan, “Kalau Nabi Ibrahim menjawab tegas ‘aku menuju Tuhanku’, bagaimana mungkin kita menjawab Allah dengan, ‘tunggu sebentar, saya masih ada urusan dunia’? Bukankah itu bentuk kelalaian?”
Bagi KH. Taufik, ibadah haji adalah jawaban nyata seorang hamba: perjalanan menuju Allah, meneladani Ibrahim yang rela meninggalkan segalanya demi Rabbnya. ”Masalahnya kemudian, aku nak betanye, galak apo idak haji?!” ujar KH Taufik dengan bahasa daerah.
Empat Golongan dalam Urusan Haji
Menurutnya, secara umum, KH. Taufik menggambarkan realitas umat Islam dalam urusan haji dengan membagi mereka menjadi empat golongan. Dalam keseharian, dalam urusan haji ini, sering kali kita akan jumpai 4 golongan;
“Pertama, golongan Galak dan Pacak (mau dan mampu). Inilah golongan ideal. Mereka siap secara niat dan finansial, sehingga tidak ada penghalang untuk menunaikan ibadah haji,” jelasnya.
“Kedua, Pacak tapi Dak Galak: (mampu, tetapi tidak mau). Sehat, kaya, tapi selalu menunda. Alasannya macam-macam: belum pantas, masih kotor, atau menunggu tua.”
“Ketiga, golongan Galak tapi Ndak Pacak (mau, tapi belum bisa). Inilah yang paling banyak. Mereka rindu haji, tapi terhambat biaya.”
“Keempat, Ndak Galak dan Ndak Pacak (tidak mau dan tidak bisa atau tidak mau). Inilah golongan yang lebih kronis. Tidak ada niat sekaligus tidak ada kemampuan, dan juga tidak ada keinginan.”
AMITRA hadir
Mayoritas umat Islam, lanjut KH. Taufik, berada di kelompok ketiga: mau tapi belum bisa.
“Di sinilah pentingnya fasilitas seperti AMITRA, yang memberi jalan keluar bagi mereka yang sudah punya niat. Jadi sekarang tidak ada lagi alasan ‘ndak pacak’. Allah sudah membukakan jalan,” ujarnya.
“Kemarin, boleh berkata mau tetapi tidak ada biaya. Tapi sekarang, sudah ada kemudahan dari AMITRA, yang siap membantu bapak dan ibu untuk menunaikan ibadah haji. Bahkan putra-putri kita yang sudah berumur 12 tahun bisa didaftarkan di AMITRA untuk kelak bisa menunaikan ibadah haji. Sekarang, galak apo idak haji?” KH Taufik bertanya lagi, menggedor setiap batin jemaah kali itu.
KH Taufik menambahkan, hari ini sudah banyak kemudahan. Salah satunya fasilitas dana talangan haji seperti AMITRA, yang telah mendapat lisensi resmi dari Dewan Syariah Nasional MUI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Dewan Syariah Indonesia. “Dengan adanya fasilitas ini, tak ada alasan lagi untuk menunda haji, bila memang sudah mampu secara syariat,” tambahnya.
Legalitas dan Kemudahan AMITRA
Penjelasan mengenai AMITRA kemudian diperkuat oleh Radian Kurniawan, Marketing AMITRA Muara Enim. Ia menegaskan bahwa produk ini aman secara hukum dan sesuai syariah.
“AMITRA sudah diawasi OJK, mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional, MUI, dan dijalankan dengan akad syariah. Kehadirannya murni membantu calon jamaah agar bisa segera mendaftar haji tanpa harus menunggu terlalu lama menabung,” jelas Radian.

Dengan sistem ini, jamaah cukup menyiapkan sebagian dana, sementara kekurangannya ditopang oleh AMITRA. Setelah mendapat porsi haji, jamaah mencicil kekurangannya sesuai kesepakatan syariah.
Titik Akhir: Menuju Allah
Taufik menutup ceramahnya dengan refleksi yang menyentuh hati: “Hidup ini adalah perjalanan, dan titik akhirnya adalah kematian. Saat maut menjemput, kita tidak bisa lagi menjawab pertanyaan Allah dengan janji-janji. Maka selama masih ada kesempatan, jangan tunda. Tunjukkan jawabanmu dengan berhaji—perjalanan agung menuju Allah, sebagaimana Ibrahim telah memberi teladan.”
Seminar yang Menginspirasi
Seminar Inspirasi Haji di Muara Enim malam itu bukan sekadar agenda formal. Ia menjadi ruang perenungan, pengingat bahwa ibadah haji adalah perjalanan pulang, perjalanan menuju Allah, yang seharusnya tidak ditunda.
Dengan sentuhan tausiyah KH. Taufik, penjelasan praktis dari AMITRA, dan dukungan berbagai pihak, acara itu meninggalkan pesan kuat: hidup adalah jawaban atas pertanyaan Allah. Maka jawab dengan langkah nyata, sebelum terlambat.

Melalui acara ini, KH Taufik Hidayat tidak hanya menghadirkan nasihat keagamaan, tetapi juga membangun kesadaran kolektif. Dari perenungan ayat Qur’an hingga solusi nyata dana talangan haji, acara ini menyatukan spiritualitas dengan aksi konkret.
Seperti yang ditegaskan KH. Taufik, “Haji bukan sekadar perjalanan fisik ke Baitullah, tetapi perjalanan batin menuju Allah. Jika niat sudah ada, jangan tunda. Karena setiap langkah menuju-Nya akan Allah mudahkan.”
Jadwal dan Porsi Haji
Di akhir dialog, muncul pertanyaan diantara jemaah. Mereka menyoal porsi dan daftar tunggu keberangkatan haji yang masih lama.
Tentang hal ini, Ustadz M Amin Lc, Kasi Haji Kementerian Agama (Kemenag) Muaraenim menjelaskan, setiap jemaah tidak perlu khawatir dengan jatah atau porsi haji yang sudah diatur kementarian agama. Menurut Ustadz M Amin, selama jemaah sudah mendapat porsi, jadwal keberangkatan tetap akan sesuai jadwal.

”Kalau saat ini dianggap masih lama jadwal keberangkatannya, jangan khawatir. Sebab dalam satu tahun pernah terjadi ada ribuan jemaah yang mundur dan ada juga yang meninggal, sehingga jatah jemaah yang dibawahnya bisa naik dan lebih cepat dari jadwal sebelumnya,” ujar Ustadz M Amin membuat lega jemaah yang hadir.
”Intinya, jangan sampai karena jadwal keberangkatannya masih lama, ibu dan bapak mengurungkan niat hajinya, sebab niat sudah dihitung oleh Allah, dan semua porsi haji dan keberangkatan kemenag yang menjadwalkan, teapi kepastian itu hanya milik Alah. Sebab Hanya Allah yang berkuasa penuh atas diri kita. Kita hanya ihtiar dan berdoa,” ujar Ustadz Amin, mengakhiri penjelasnanya.
Diakhir acara, diantara jemaah ada yang mendaftar melalui AMITRA. Bagi jemaah yang mendaftar, hari itu sekaligus mendapat Nomor Rekening Bank Muamalat Cabang Muaraenim. Sebelum selesai, dilakukan foto bersama dan membagikan souvenir dan nasi kotak kepada jemaah yang hadir.**
TEKS : IMRON SUPRIYADI | FOTO : DOK. AMITRA