PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Gedung Serbaguna Asrama Haji Palembang malam itu penuh sesak. Lebih dari seribu orang dari berbagai latar belakang agama duduk berdampingan. Tidak ada sekat, tidak ada jarak, hanya wajah-wajah yang sama-sama teduh, larut dalam doa. Sebuah pemandangan yang kian langka di tengah riuh politik dan fragmentasi sosial belakangan ini.

Kanwil Kementerian Agama Sumatera Selatan bersama Pemerintah Provinsi Sumsel menggelar Istighasah dan Doa Kebangsaan, Kamis malam (4/9/2025), bertepatan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Sejumlah tokoh nasional hadir, mulai dari Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin, Gubernur Sumsel H. Herman Deru, Wakil Ketua DPD RI Yorrys Raweyai, hingga Duta Besar Republik Seychelles untuk Indonesia, Nico Barito.
Atmosfer lintas iman terasa kental. Satu per satu perwakilan agama naik ke mimbar. Doa bergema dalam berbagai bahasa keyakinan: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, hingga Khonghucu. Semua suara berpadu dalam satu irama: memohon agar Indonesia tetap aman, damai, dan kondusif.
Jejak Damai dari Sumsel

Kakanwil Kemenag Sumsel, H. Syafitri Irwan, dalam laporannya menekankan bahwa kegiatan ini bukan sekadar ritual, tetapi refleksi bersama. Ia bersyukur, aksi mahasiswa yang sempat mewarnai Sumsel beberapa waktu lalu berjalan damai, tanpa gesekan berarti.
“Kita patut bangga, Sumsel ini memang rumah damai. Malam ini adalah wujud syukur bahwa cinta damai sudah menjadi watak masyarakat kita,” ujarnya.
Pesan itu terasa relevan. Sumatera Selatan selama ini memang dikenal sebagai daerah dengan predikat zero conflict. Sebuah status yang jarang dimiliki daerah lain di Indonesia.
Gubernur Herman Deru menegaskan hal itu. “Zero conflict bukan hanya label. Ia adalah hasil kerja keras semua pihak: pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga warga biasa yang menolak provokasi,” katanya dalam sambutan.
Momentum Lintas Iman
Bagi Ketua DPD RI Sultan Baktiar Najamudin, acara ini lebih dari sekadar peringatan Maulid Nabi. Ia melihatnya sebagai momentum memperkuat harmoni.
“Rasulullah mengajarkan kita menghormati sesama, termasuk mereka yang berbeda keyakinan. Itulah teladan yang kita butuhkan saat ini,” ucapnya.
BACA ARTIKEL TERKAIT LAINNYA :
- Jaga Sumsel Damai, Menyongsong Istighasah dan Doa Kebangsaan
- Doa Kebangsaan: Jalan Sunyi Merawat Perdamaian Bangsa
Najamudin juga mengingatkan, aman dan damai adalah prasyarat kemajuan bangsa. Ia menilai masyarakat Sumsel sudah memberi teladan dengan menjaga kerukunan di tengah dinamika politik nasional.
Dukungan senada datang dari Wakil Gubernur H. Cik Ujang, para pejabat DPD RI, serta jajaran Forkopimda Sumsel yang hadir. Kehadiran Dubes Seychelles Nico Barito menambah dimensi internasional, seolah memberi pesan bahwa diplomasi perdamaian juga berawal dari ruang-ruang sederhana seperti ini.
Doa yang Menyatukan
Rangkaian acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an, disusul lantunan istighasah. Setelah itu, doa kebangsaan dipimpin secara bergantian oleh tokoh lintas agama. Dari Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Buddha, hingga Khonghucu, setiap doa naik dengan cara berbeda, tapi dengan tujuan sama: Indonesia yang rukun dan damai.
Di tengah malam yang syahdu, perbedaan berubah menjadi kekuatan. Persatuan bukan hanya jargon, tetapi nyata dihadirkan di hadapan publik.
Dari Palembang untuk Indonesia
Istighasah dan doa kebangsaan ini adalah bagian dari gerakan nasional yang juga berlangsung di Masjid Istiqlal Jakarta secara hybrid. Namun bagi warga Sumsel, acara ini punya makna lebih dalam: ia adalah perayaan jati diri.

Sumatera Selatan sejak masa Sriwijaya dikenal sebagai tanah pertemuan berbagai bangsa dan budaya. Kini, jejak itu masih terjaga dalam bentuk toleransi. “Semoga Sumsel terus jadi contoh bagi daerah lain. Dari sini kita kirim pesan: Indonesia kuat karena damai,” pungkas Syafitri Irwan.
Malam itu, doa-doa melangit dari bumi Sriwijaya. Dari Palembang, suara persatuan dikirimkan untuk seluruh nusantara.
TEKS : YULI AFRIANI | EDITOR : IMRON SUPRIYADI