PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Palembang sore itu, Senin (18/8/2025) langit di atas Jakabaring Sport City masih menyisakan sisa gerimis tipis. Lapangan softball yang biasanya lengang, kini riuh oleh suara yel-yel dan tepuk tangan.
Bukan tim profesional yang bertanding, melainkan kader-kader Partai Gerindra dari berbagai penjuru Sumatera Selatan. Mereka datang membawa semangat memperingati Hari Ulang Tahun Republik Indonesia ke-80 dengan cara yang berbeda: sepak bola.
Kartika Sandra Desi, Ketua DPD Partai Gerindra Sumsel, berdiri di tepi lapangan. Dengan kerudung hitam dan setelan olahraga sederhana, ia tampak menyapa satu per satu kader yang bersiap bertanding. “Ini bukan soal kalah dan menang,” ujarnya, lantang tapi hangat. “Ini awal kebersamaan kita. Perjuangan kita ke depan panjang, dan kader Gerindra harus sehat lebih dulu. Kalau sehat, barulah kita bisa berjuang bersama rakyat.”
Di bangku undangan, beberapa kepala daerah ikut hadir. Wali Kota Palembang Ratu Dewa, Wakilnya Prima Salam, hingga Bupati Ogan Ilir Panca Wijaya Akbar tampak berbaur. Tak ada jarak kaku antar pejabat dan kader; sore itu, lapangan menjadi ruang yang mencairkan formalitas politik.
Turnamen bertajuk Gerindra Sumsel Cup 2025 ini diikuti 16 tim. Dari DPD hingga 14 DPC kabupaten dan kota, kecuali Empat Lawang yang absen. Tiga hari penuh, mulai 18 hingga 20 Agustus, para kader akan berjibaku di lapangan dengan sistem gugur. Setiap babak berdurasi 20 menit, khusus final 25 menit per babak. Hadiah Rp50 juta disiapkan, dengan pemenang utama berhak membawa pulang Rp20 juta.
Sri Mulyadi, ketua pelaksana, menyebut turnamen ini bukan sekadar kompetisi. “Berkat dukungan penuh DPD dan beberapa kepala daerah, acara ini jadi momentum silaturahmi. Kami ingin kader merasa dekat, bukan hanya di ruang rapat, tapi juga di lapangan,” katanya.
Suasana pertandingan perdana memang membuktikan itu. Beberapa pemain tampak canggung menggocek bola, sesekali disambut tawa penonton. Sorak-sorai lebih sering pecah bukan karena gol, melainkan ketika seorang kader terpeleset atau melakukan gerakan konyol.
Tapi justru di situlah pesan Kartika terasa: sepak bola bukan tujuan akhir. Kemenangan bukan trofi emas, melainkan kebersamaan yang terbangun di antara keringat dan tawa sore itu.
TEKS : YULIE AFRIANI | EDITOR : AHMAD MAULANA