PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Suasana lobi Ibis Palembang Sanggar siang itu dipenuhi aroma kopi robusta yang samar, bercampur wangi cat akrilik, 15 Agustus 2025.
Di sudut ruangan, meja-meja kayu tersusun rapi, di atasnya berderet kuas, cat warna-warni, dan kanvas kecil. Tepat di sebelahnya, petugas medis dari PMI Palembang sibuk menyiapkan kantong-kantong darah, jarum steril, dan alat cek tekanan darah.
Hotel yang terletak di jantung Kota Palembang ini, biasanya riuh oleh tamu yang lalu-lalang untuk urusan bisnis dan liburan. Namun hari itu, lantainya menjadi saksi dari sebuah perayaan kemerdekaan yang berbeda: sebuah acara bertajuk “Mewarnai Kemerdekaan dengan Kepedulian”.
Bukan sekadar simbolis. Ibis Palembang Sanggar memilih dua kegiatan yang kontras namun seirama: donor darah, yang memberi kehidupan secara langsung, dan sesi melukis bersama anak-anak disabilitas—yang memberi ruang bagi kreativitas tanpa batas.
Merah: Donor Darah
Di sisi kiri ruangan, deretan kursi donor sudah terisi separuh. Beberapa pegawai hotel, tamu, hingga warga sekitar ikut mengulurkan lengan. Seorang lelaki paruh baya berkaus merah duduk tenang sambil memejamkan mata ketika jarum mulai menembus kulitnya.
“Ini sudah kali kelima saya donor di sini,” katanya, memperkenalkan diri sebagai Joni, pegawai perusahaan pelayaran di Sungai Musi. “Setiap Agustus, rasanya lebih bermakna kalau bisa berbagi darah.”

Petugas PMI menyebut, target hari itu adalah mengumpulkan minimal 50 kantong darah. “Permintaan darah selalu tinggi, dan momen kemerdekaan ini pas sekali untuk mengajak orang berbagi,” ujar Sinta, koordinator tim medis.
Putih: Kanvas Anak Disabilitas
Sementara itu, di sisi kanan, suasana lebih riuh. Tawa anak-anak disabilitas memenuhi udara. Ada yang duduk serius menunduk di depan kanvas, ada pula yang spontan menggoreskan warna biru dan kuning dengan cepat. Komunitas Warno Warni Palembang, yang mendampingi mereka, memberi arahan seperlunya, tapi membiarkan kreativitas mengalir tanpa batas.
Seorang bocah lelaki dengan cerebral palsy melukis bentuk yang mirip perahu biduk. “Ini perahu ke surga,” katanya polos, membuat beberapa orang dewasa di sekitarnya terdiam.
General Manager Ibis Palembang Sanggar, Rina Pratiwi, mengamati dari jauh sambil sesekali berbicara dengan tamu. “Kemerdekaan itu bukan hanya upacara bendera. Bagi kami, kemerdekaan berarti semua orang punya ruang untuk didengar, dilihat, dan diberi kesempatan,” ujarnya.
Merah-Putih di Lidah
Merayakan kemerdekaan juga berarti memanjakan lidah. Sepanjang bulan Agustus, hotel ini menyajikan menu spesial bertema Nusantara. Di antaranya, Nasi Campur Palembang—paduan nasi hangat, pindang patin, sambal terasi, dan kerupuk kemplang. Ada pula Nasi Jinggo Bali, disajikan dalam porsi mungil dengan suwiran ayam pedas dan sambal matah.
Tak ketinggalan, minuman sehat seperti Detox Ginger Drink dan Tropical Green Boost. “Kami ingin orang datang bukan hanya untuk makan, tapi juga untuk merasakan suasana kemerdekaan,” kata Rina.
Makna yang Tinggal
Menjelang sore, kantong-kantong darah sudah ditata rapi di kotak pendingin. Kanvas-kanvas hasil karya anak-anak pun dipajang di area lobi. Ada lukisan bendera merah putih, ada pula gambar matahari besar di atas rumah kayu.
Beberapa tamu berhenti sejenak untuk memotret. Ada yang membeli lukisan-lukisan itu dengan sukarela, dan hasilnya akan digunakan untuk mendukung kegiatan komunitas anak disabilitas.
Di luar, langit Palembang mulai berwarna jingga. Di dalam, merah dan putih tak hanya berkibar di tiang bendera, tapi juga menyebar dalam bentuk lain: di aliran darah yang akan menyelamatkan nyawa, di goresan cat yang mengubah kanvas kosong menjadi cerita, dan di hati mereka yang saling peduli.
TEKS : YULIE AFRIANI | EDITOR : IMRON SUPRIYADI