Menjembatani Senapan dan Pena, Kolaborasi PJS – Pussenif TNI AD

Mahmud mengajukan tawaran konkret: dukungan penuh publikasi kegiatan Pussenif

Bandung | KabarSriwijaya.NET – Gerimis tipis membasuh Kota Bandung pada Kamis siang itu, seakan memberi salam sejuk bagi rombongan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Pro Jurnalismedia Siber (PJS). Dari barat hingga timur, dari Kalimantan hingga Jawa, wajah-wajah yang mewakili denyut media daring di Indonesia bergerak menuju satu titik koordinat: Markas Besar Pusat Kesenjataan Infanteri (Pussenif) TNI Angkatan Darat.

Tak semua kunjungan ke markas militer bernuansa kaku. Siang itu, suasana di pintu gerbang Pussenif lebih mirip penyambutan tamu keluarga. Provost mengantar langkah para pengurus PJS menapaki koridor menuju ruang pertemuan. Di sana, Mayor TNI Eko Yudho Priyono dari Pusat Penerangan Pussenif menyambut dengan senyum, lalu mempersilakan tamu menemui orang nomor satu di institusi itu: Letnan Jenderal TNI H. Iwan Setiawan, S.E., M.M.

Letjen Iwan, yang baru enam bulan memimpin Pussenif, berdiri tegap dengan tiga bintang di pundak. Namun, begitu berjabat tangan, jarak militer–sipil itu segera mencair. Nada suaranya ramah, tatapannya hangat, dan ruang dialog pun terbuka lebar.

Ketua Umum DPP PJS, Mahmud Marhaba, membuka pembicaraan dengan paparan singkat tentang dinamika organisasi: jaringan pengurus yang tersebar di hampir seluruh provinsi, program kerja yang menyasar penguatan kapasitas jurnalis siber, hingga komitmen pada pemberitaan yang akurat. “PJS siap membangun kolaborasi pemberitaan di lingkungan Pussenif,” tegas Mahmud.

Ucapan itu bukan sekadar basa-basi. Di meja pertemuan itu, Mahmud mengajukan tawaran konkret: dukungan penuh publikasi kegiatan Pussenif, baik yang bersifat internal seperti pembinaan prajurit maupun eksternal seperti kegiatan sosial kemasyarakatan. Ia bahkan mengundang sang komandan untuk menjadi bagian dari “keluarga besar” PJS, sebuah simbol persahabatan strategis.

Pengurus PJS saat audience dengan Komandan Pussenif TNI-AD, Letjen TNI H. Iwan Setiawan, SE., MM di ruang kerjanya, Kamis (14/08/2025).

Letjen Iwan merespons dengan nada yang sama hangatnya. “Saya sangat menyambut baik kolaborasi ini,” katanya, sembari mengisahkan pengalamannya yang selalu melibatkan media di setiap penugasan. Ia paham betul bahwa senapan dan pena tak seharusnya berhadap-hadapan. Justru keduanya bisa saling menopang: militer menjaga batas negara, media menjaga batas informasi dari distorsi.

Seperti pertemuan militer pada umumnya, sesi resmi berlangsung singkat. Namun, di balik 60 menit itu, mengalir optimisme jangka panjang. Ada kesepahaman bahwa media bisa menjadi jembatan antara tentara dan rakyat. Ada pula kesadaran bahwa PJS, dengan jejaringnya, bisa menjadi sekutu strategis bagi Pussenif dalam mengedukasi publik tentang kerja pertahanan yang jarang tersorot.

Sore itu, di bawah langit Bandung yang mulai menggelap, keduanya berfoto bersama. Tak ada deklarasi resmi yang dibacakan, tak ada naskah MoU yang ditandatangani. Tapi di dunia kerja sama strategis, terkadang yang paling penting adalah kesepahaman awal—yang tumbuh dari tatap muka, bukan sekadar hitam di atas putih.

Di era di mana arus informasi bergerak lebih cepat daripada konvoi militer, hubungan media dan institusi pertahanan bukan lagi soal siapa mengawasi siapa. Lebih dari itu, ini adalah soal membangun kepercayaan, mengedepankan transparansi, dan menempatkan kepentingan publik di atas segalanya.

Dari meja di Pussenif itu, mungkin kelak lahir kerja sama yang mengabarkan kisah prajurit di medan latihan, mendokumentasikan program sosial TNI, atau menjernihkan kabut informasi di saat krisis. Dan seperti gerimis yang membasuh Bandung pagi itu, awal yang teduh ini diharapkan menumbuhkan persahabatan yang kokoh—antara mereka yang memanggul senjata dan mereka yang mengusung pena.

TEKS : YULIE AFRIANI  |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Berita Terkait