Oleh: Imron Supriyadi
Pembangunan itu bukan sekadar soal gedung tinggi, jalan mulus, atau data statistik naik. Pembangunan sejatinya adalah soal bagaimana hati rakyat bisa lebih tenteram, perut lebih kenyang, dan harapan tidak tinggal jadi mimpi.
Maka, ketika pada Jumat pagi, 20 Juni 2025, di Kedai Tiga Nyonya, Talang Semut, Palembang, sekelompok orang berkumpul bicara tentang Strategi Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) — itu bukan hanya pertemuan biasa. Itu adalah majelis ilmu, majelis cinta, majelis tanggung jawab terhadap tanah Sumatera Selatan.
Di ruang yang hangat oleh kopi dan ide, diskusi strategis itu dihelat oleh DPP BPMSS — Dewan Pimpinan Pusat Bakti Persada Masyarakat Sumatera Selatan.
Sebuah lembaga yang, kalau dipahami dengan hati, sesungguhnya adalah perkumpulan orang-orang yang ingin menebus utang kepada kampung halaman. Mereka datang dari latar belakang akademik, birokrasi, dan rakyat biasa yang hatinya tak bisa tenang melihat Sumsel tak kunjung menemukan langitnya sendiri.
Getaran Cinta
Wakil Ketua I BPMSS, Ir. H. Hadendli Ugihan, M.Si., memandu diskusi itu seperti seorang dalang memainkan wayangnya — tidak ingin memamerkan siapa tokoh utama, tapi memastikan semua bergerak menuju harmoni.
Hadir juga nama-nama yang tak asing: Drs. H. Solichin Daud, Kgs. Ir. H. Abdul Rozak, M.Sc., dan Komjen Pol (Purn) Drs. H. Susno Duadji, S.H., M.H. — yang semuanya, alhamdulillah, masih punya getaran cinta kepada tanah lahirnya.
BACA ARTIKEL TERKAIT :
DPP-BPMSS: Mendorong Peningkatan PAD Sumsel Lewat Gagasan dan Ketegasan
Dr. Hadi Prayogo, Ketua Umum BPMSS, berbicara dengan tenang. Katanya, “Kami ini bukan siapa-siapa, tapi insya Allah siap jadi pemikir dan pemberi masukan untuk pemerintah daerah. Diminta ataupun tidak. Karena mencintai Sumsel itu bukan pilihan, tapi kewajiban.” Sebuah kalimat yang jika diresapi, lebih dalam dari sekadar pidato.
menjembatani harapan rakyat
Drs. H. Solichin Daud menambahkan, bahwa salah satu misi utama BPMSS adalah menjembatani harapan rakyat yang kadang tak sempat didengar pemerintah. Karena pemerintah sibuk mengejar angka, rakyat sibuk mengejar makan. Maka di sinilah tempat mereka bertemu.
Kgs. Ir. H. Abdul Rozak mengingatkan, bahwa zaman ini bukan lagi zaman menunggu. PAD tak bisa bergantung pada pola lama. “Kita perlu keberanian untuk menempuh jalan tak biasa. Inovasi, digitalisasi, dan kolaborasi adalah kunci. Karena rakyat tidak hidup di masa lalu.”
Dan barangkali yang membuat ruang diskusi itu hening sesaat adalah ketika mantan Kabareskrim, Komjen Susno Duadji, dengan suara rendah tapi mantap, menyatakan kesiapannya untuk mengawal langsung perjuangan Sumsel di hadapan Kementerian Keuangan. “Kita akan kawal Dana Bagi Hasil (DBH), karena Sumsel bukan anak tiri republik ini,” katanya.
Musi menembus daratan
Setelah gagasan-gagasan itu mengalir seperti sungai Musi menembus daratan, acara ditutup dengan makan siang dan canda ringan. Tapi di balik canda, para peserta tahu bahwa yang sedang mereka hadapi adalah kenyataan yang tak bisa ditertawakan.
**
Sumsel Butuh Jiwa
Kadang kita pikir, Sumatera Selatan itu hanya butuh dana. Tapi sejatinya, Sumsel butuh jiwa-jiwa yang berani bertanggung jawab. Jiwa yang tidak lagi menjadikan daerah ini sekadar tempat pulang, tapi medan juang.
Diskusi hari ini hanyalah langkah kecil, tapi langkah kecil itulah yang kelak, dengan ridha Tuhan, bisa menjadi tapak awal bagi perubahan besar.
Karena negeri ini tidak hanya butuh pemimpin, tapi juga pemeluk: orang-orang yang memeluk tanahnya dengan doa, kerja, dan cinta. Mari kita jaga Sumsel. Bukan hanya dengan anggaran, tapi juga dengan akal sehat dan hati yang tulus. Semoga.
Palembang-Muaraenim, 21 Juni 2025