Di sebuah sore yang teduh di Gandus, Palembang, halaman Pondok Pesantren IGM Al Ihsaniyah terasa lebih hidup dari biasanya. Suara pukulan kuda-kuda dan teriakan jurus pencak silat menyatu dengan lantunan doa para santri. Di sinilah, di tepian Sungai Musi yang tenang, sekelompok anak muda bersorban putih sedang mempersiapkan diri melangkah ke gelanggang internasional.
Mereka bukan sekadar santri. Mereka adalah para pesilat muda yang tengah menata mimpi untuk mengibarkan nama pesantren di pentas dunia. Pada 16–19 September 2025 mendatang, mereka akan berangkat ke Indomilk Indoor Stadium, Tangerang, mengikuti International Moslem Pencak Silat Championship (IMPSC)—sebuah ajang yang digelar untuk memperingati 100 tahun Pesantren Darussalam Gontor.
Dukungan dari Kota, Doa dari Kampung
Ketua BAZNAS Kota Palembang, Kiagus M. Ridwan, MM, tak kuasa menyembunyikan rasa bangganya. Baginya, keberangkatan santri ini bukan sekadar agenda olahraga, melainkan bukti bahwa pesantren dapat menanamkan semangat juang dan prestasi. “Ini momentum langka yang tak akan kita temui lagi seratus tahun ke depan. Alhamdulillah BAZNAS bisa ikut mendukung, meski jumlah bantuan tidak besar, semoga cukup menjadi motivasi bagi para santri,” ujarnya dengan mata berbinar.
BACA BERITA TERKAIT :
Ia menyebut, kejuaraan ini akan diikuti oleh 3.500 peserta dari dalam dan luar negeri—gelombang besar anak-anak muda Muslim yang datang membawa jurus, doa, dan budaya masing-masing.
Di sudut lain, M. Syukri Soha, seorang wali santri, memandang anaknya dengan bangga. “Ini pengalaman pertama anak kami mengikuti kejuaraan pencak silat tingkat internasional. Kami doakan mereka menang, minimal masuk nominasi,” katanya pelan, seolah kalimat itu adalah doa yang dikirimkan langsung ke langit.
Silat, Tradisi, dan Spirit Pesantren
Bagi KH. Syofwatillah Mohzaib, pembina pesantren IGM Al Ihsaniyah, keberangkatan para santri ini adalah buah dari latihan panjang dan kesungguhan yang tak kenal lelah. “Ini momen langka. Santri kita sudah berlatih rutin, mengasah diri dengan disiplin. Semoga sukses dan membawa nama baik pesantren,” ungkapnya.
Silat di pesantren ini bukan sekadar olahraga. Ia adalah jalan sunyi yang menggabungkan kekuatan tubuh, kejernihan batin, dan kesantunan gerak. Dalam setiap jurus, tersimpan doa; dalam setiap langkah, tersimpan akhlak. Para santri belajar bahwa menjadi pendekar bukan hanya soal mengalahkan lawan, melainkan mengalahkan hawa nafsu diri sendiri.
Gandus dan Jejak Masa Depan
Sore itu, matahari turun perlahan, menyinari halaman pesantren. Para santri masih berlatih jurus terakhir sebelum keberangkatan. Di antara mereka ada wajah-wajah lugu, penuh harapan, yang mungkin suatu saat akan dikenang sebagai pendekar Muslim yang lahir dari tanah Palembang.
Keikutsertaan mereka dalam IMPSC 2025 bukan hanya soal meraih medali, melainkan mengukir sejarah: bagaimana pesantren di pinggiran Palembang bisa menghadirkan generasi muda Muslim yang tangguh, rendah hati, dan siap bersaing di pentas dunia. Dari Gandus, semangat itu berangkat, membawa harum nama pesantren, kota, dan iman mereka.
TEKS / FOTO : RELEASE / SOHA | EDITOR : WARMAN P