Palembang | KabarSriwijaya.NET – Di balik deru lokomotif yang setiap hari berangkat dari Stasiun Kertapati menuju Lubuklinggau atau Tanjung Karang, ada cerita lama yang tak pernah habis: tiket kereta api dan ulah calo. Meski era digital telah memudahkan segalanya, masih saja ada masyarakat yang terjebak membeli tiket dari jalur tidak resmi. Akibatnya, bukan hanya rugi uang, tetapi juga terancam gagal berangkat.
PT Kereta Api Indonesia (Persero) Divisi Regional III Palembang kembali mengingatkan aturan main. “Pelanggan diminta melakukan pemesanan tiket melalui kanal resmi seperti aplikasi Access by KAI, website resmi, Contact Center 121, serta mitra resmi KAI seperti minimarket dan aplikasi penjualan tiket online. Loket stasiun hanya melayani tiket untuk keberangkatan di hari yang sama, maksimal tiga jam sebelum jadwal,” jelas Aida Suryanti, Manajer Humas KAI Divre III Palembang.
Layar Digital vs Calo Stasiun
Gempuran teknologi sebenarnya sudah memudahkan. Kini tiket bisa dipesan sejak H-45 keberangkatan hanya dengan ponsel. Syaratnya jelas: identitas penumpang harus sesuai kartu resmi, satu identitas berlaku untuk satu tiket, dan tiket yang dibeli bisa dibatalkan atau diubah sesuai aturan.
Namun di lapangan, praktik lama tetap mengintai. Calo menawarkan tiket instan, kadang dengan harga melambung, kadang tiketnya palsu. “KAI tidak bertanggung jawab atas tiket di luar kanal resmi. Jika ada praktik calo, bahkan melibatkan pegawai KAI, kami akan tindak tegas sesuai hukum dan aturan disiplin,” tegas Aida.
Khusus untuk KA Bukit Serelo (Kertapati–Lubuklinggau PP) dan KA Rajabasa (Kertapati–Tanjung Karang PP), pembatalan tiket tidak bisa dilakukan secara online, melainkan hanya di stasiun tertentu seperti Kertapati, Prabumulih, Muara Enim, Lahat, dan Lubuklinggau. Detail semacam ini sering luput dari pengetahuan masyarakat—celah yang kerap dimanfaatkan calo untuk menjerat penumpang awam.
Pertaruhan Kepercayaan
Mengapa aturan ini begitu ditekankan? Jawabannya sederhana: kepercayaan publik. Di tengah persaingan moda transportasi, kereta api masih menjadi pilihan utama bagi banyak warga Sumsel. Tarifnya relatif terjangkau, kapasitas besar, dan jalur rel menjadi urat nadi yang menghubungkan kota-kota di sepanjang Musi hingga ke Lampung.
Namun, sekali publik merasa dipermainkan oleh praktik calo atau tiket ilegal, citra KAI ikut tercoreng. “Kami ingin perjalanan kereta api benar-benar aman, nyaman, dan terpercaya. Karena itu, kami ajak masyarakat bijak membeli tiket hanya lewat jalur resmi,” kata Aida.
Wajah Lama, Tantangan Baru
Fenomena calo tiket bukan cerita baru. Sejak dekade 1980-an, calo menjadi wajah yang lekat dengan stasiun besar di Palembang, Lahat, atau Lubuklinggau. Bedanya, kini tantangan lebih kompleks. Penipuan tidak hanya terjadi secara tatap muka, tetapi juga lewat dunia maya: akun palsu, website tiruan, atau aplikasi bodong yang mengatasnamakan KAI.
Di titik inilah edukasi publik menjadi penting. KAI berulang kali mengingatkan, namun masyarakat tetap harus berhati-hati. Kesadaran membeli tiket dari jalur resmi bukan hanya soal menghindari rugi uang, melainkan juga bagian dari budaya tertib transportasi.
Menuju Layanan Modern
KAI Divre III Palembang menargetkan pelayanan berbasis digital makin mendominasi. Pemesanan online diharapkan mengurangi antrean di stasiun, sekaligus mempersempit ruang gerak calo. Namun, transisi ini membutuhkan waktu. Masih banyak penumpang dari daerah yang terbatas akses internet atau belum terbiasa menggunakan aplikasi.
Di sinilah kerja sama berbagai pihak diuji. Pemerintah daerah, aparat hukum, hingga masyarakat sendiri mesti ikut menutup ruang bagi praktik ilegal. Karena setiap tiket palsu yang beredar bukan hanya kerugian bagi penumpang, tetapi juga ancaman bagi reputasi moda transportasi kerakyatan ini.
Di antara deru kereta yang melintasi jembatan Musi, KAI Divre III Palembang berusaha membangun kesadaran baru: perjalanan yang aman bukan hanya soal rel dan lokomotif yang terawat, tetapi juga soal tiket yang dibeli dengan benar. Perang melawan calo di rel Bumi Sriwijaya masih panjang, tapi setiap pengingat, setiap aturan, adalah bagian dari upaya menjaga kepercayaan penumpang.
TEKS : YUKIE AFRIANI | EDITOR : WARMAN P | FOTO : NET