Jakarta | KabarSriwijaya.NET – Kamis (4/9/2025) siang, lobi Gedung DPR RI, Senayan, tampak lebih ramai dari biasanya. Rombongan mahasiswa Sumatera Selatan hadir dengan wajah penuh semangat, sebagian mengenakan jas almamater warna-warni: hijau tua Universitas Sriwijaya, biru muda Polsri, hingga hitam elegan dari kampus swasta di Palembang. Mereka bukan datang untuk berdemo, melainkan untuk berdialog.
Dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Sumatera Selatan, Andie Dinialdie, SE., MM, rombongan ini membawa hasil aspirasi aksi damai yang digelar mahasiswa di Palembang pada awal September lalu. Kini, suara dari Bumi Sriwijaya itu mereka bawa ke tingkat nasional.
“Kami datang untuk memastikan apa yang diteriakkan mahasiswa di jalan tidak hanya berhenti di Palembang, tapi sampai ke pusat pengambilan keputusan,” ujar Andie, sesaat sebelum pertemuan dimulai.
Warna-warni Almamater
Rombongan mahasiswa berasal dari beragam kampus: Universitas Sriwijaya, Politeknik Sriwijaya, UIN Raden Fatah, Universitas Muhammadiyah Palembang, Universitas PGRI Palembang, hingga kampus-kampus kecil seperti STIE APRIN, STIHPADA, atau STIKES Bina Husada. Bahkan organisasi seperti Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi) Sumsel ikut ambil bagian.
Kehadiran mereka menunjukkan bahwa aspirasi tidak lahir dari satu kelompok, tetapi sebuah mosaik dari berbagai latar akademik. Dari fakultas teknik hingga kesehatan, dari kampus negeri hingga swasta, semua merasa perlu bersuara.
Dialog di Senayan
Di Senayan, rombongan disambut hangat oleh Wakil Ketua MPR RI Abracandra Muhammad Akbar dan Lestari Moerdijat. Sejumlah anggota DPR RI juga hadir, antara lain Andre Rosiade, Kawendra Lukistian, Kartika Sandra Desi, dan Ahmad Wazir Noviadi. Wakil Walikota Palembang, Prima Salam, turut mendampingi.
Pertemuan berlangsung akrab. Tak ada jarak berlebihan antara kursi mahasiswa dengan kursi para legislator. Forum itu seakan menegaskan kembali, politik bukan hanya ruang elit, melainkan ruang rakyat, terutama generasi muda yang selama ini kerap merasa terpinggirkan.
Andie Dinialdie memuji sikap mahasiswa yang menyampaikan aspirasi dengan damai dan beretika. “Mereka tidak membakar ban, tidak merusak fasilitas, tapi substansi tuntutannya tetap jelas. Ini menunjukkan kedewasaan berdemokrasi di Sumsel,” katanya.
Suara Nurani
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, menyambut aspirasi itu dengan rendah hati. Baginya, suara mahasiswa adalah representasi nurani rakyat. “Kami sadar masih banyak kekurangan. Jika kinerja kami belum memenuhi harapan, kami mohon maaf. Pertemuan ini menjadi pengingat bagi kami agar terus memperbaiki diri,” ucapnya.
Kalimat itu disambut anggukan mahasiswa. Bagi mereka, kejujuran pengakuan jauh lebih bernilai dibanding janji manis yang kerap menghiasi pidato politik.
Makna yang Lebih Luas
Apa yang terjadi di Senayan siang itu bukan sekadar pertemuan seremonial. Ia adalah cermin bagaimana demokrasi bisa berjalan dengan lebih beradab. Mahasiswa menyuarakan kritik tanpa anarkis. Wakil rakyat menerima masukan tanpa defensif berlebihan.
Momentum ini sekaligus menandai bahwa peran mahasiswa tidak lagi hanya “penjaga gerbang” yang berteriak di jalanan, tetapi juga mitra dialog yang sejajar. Dari kampus-kampus di Palembang hingga ruang paripurna di Senayan, jembatan komunikasi itu terbentang.
Tonggak Partisipasi
Bagi DPRD Sumsel, langkah membawa aspirasi mahasiswa ke Jakarta adalah bentuk akuntabilitas politik. Bagi mahasiswa, pertemuan itu adalah pengingat bahwa suara mereka tidak berhenti di jalanan. Dan bagi pemerintah pusat, suara mahasiswa Sumsel adalah potret keresahan publik di daerah, yang sering kali luput dari radar nasional.
Dengan cara ini, aspirasi dari Bumi Sriwijaya menemukan gaungnya di ibu kota. Dari lorong kampus hingga lorong Senayan, demokrasi mendapat darah segarnya.
TEKS : YULIE AFRIANIE / BAGUS SANTOSA (JAKARTA) | EDITOR : AHMAD MAULANA