
Wakaf adalah institusi keagamaan yang unik. Ia tidak sekadar ibadah, melainkan juga instrumen sosial-ekonomi umat Islam.
Sejak masa klasik Islam hingga kini, wakaf terbukti menjadi penyangga pendidikan, layanan sosial, kesehatan, bahkan pemberdayaan ekonomi.
Di Nusantara, wakaf telah melahirkan pesantren, masjid, mushalla, madrasah, dan berbagai sarana yang terus memberi manfaat lintas generasi.
Dalam literatur fikih, wakaf memiliki posisi istimewa karena termasuk kategori ṣadaqah jāriyah. Rasulullah SAW bersabda:
“Apabila anak Adam meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang mendoakannya.” (HR. Muslim).
Wakaf adalah wujud paling nyata dari ṣadaqah jāriyah itu.
Masalah Klasik Wakaf
Namun, di balik potensi besar itu, kita juga harus jujur mengakui masih banyak persoalan mendasar dalam pengelolaan wakaf. Salah satunya adalah persoalan legalitas tanah wakaf.
Tidak sedikit masjid dan mushalla di negeri ini berdiri di atas tanah wakaf yang belum memiliki bukti hukum kuat. Akibatnya, sengketa, klaim sepihak, bahkan ancaman pengalihan fungsi kerap terjadi.
Para ulama klasik seperti Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’i telah menegaskan, wakaf harus mu‘abbad (bersifat permanen) dan tidak boleh dialihkan dari tujuan awalnya. Bagaimana hal itu bisa dijamin jika tanah wakaf tidak memiliki kekuatan hukum?
Kita tidak boleh menutup mata. Persoalan ini harus dipecahkan dengan inovasi nyata di lapangan, bukan sekadar wacana.
Hadirnya Program MANTAF
Dalam konteks inilah saya menyambut dengan penuh apresiasi program yang digagas oleh KUA Ilir Timur Satu Kota Palembang, yaitu MANTAF (Maklumat Informasi Tanah Wakaf). Program ini lahir dari kebutuhan untuk menghadirkan transparansi dalam pengelolaan wakaf.
Caranya sederhana, tetapi penuh makna. Tanah masjid atau mushalla yang sudah bersertifikat akan ditempeli maklumat resmi di dinding. Maklumat ini berisi informasi legalitas tanah tersebut, sebagai tanda terbuka bahwa masjid itu berdiri di atas tanah wakaf yang sah.
Bagi sebagian orang, mungkin ini hanya selembar kertas. Namun sejatinya, ia adalah simbol kuat. Ia menyampaikan pesan bahwa wakaf bukan sesuatu yang samar, melainkan jelas, terang, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Transparansi Sebagai Pilar
Dalam ilmu hukum, transparansi adalah unsur penting good governance. Tanpa transparansi, masyarakat akan sulit mengetahui status suatu aset. Tanpa transparansi pula, peluang penyalahgunaan akan semakin besar.
BACA JUGA ARTIKEL TERKAIT :
- KUA Ilir Timur Satu Luncurkan Program MANTAF
- Kakanwil Kemenag Sumsel Apresiasi Program MANTAF KUA Ilir Timur Satu
Dengan adanya maklumat wakaf yang ditempel, jamaah tahu persis bahwa tanah masjid mereka sudah sah diwakafkan. Mereka juga akan lebih tenang beribadah, karena legalitas tempat ibadah terjamin.
Lebih jauh, ini menjadi sarana kontrol sosial: jamaah bisa ikut mengawasi dan menjaga tanah wakaf agar tidak disalahgunakan.
Imam al-Kasani dalam Bada’i‘ al-Sana’i‘ menulis: “Al-wakf ta’bidun lil-ashl wa tasbilun lil-manfa‘ah” — wakaf itu memutus hak kepemilikan pribadi atas harta dan mengalirkan manfaatnya untuk umat.
Transparansi yang ditunjukkan lewat MANTAF adalah perwujudan nyata dari prinsip ini: harta yang sudah diwakafkan bukan lagi milik individu, tetapi amanah publik.
Pendidikan Publik tentang Wakaf
MANTAF bukan sekadar administratif. Ia bagian dari pendidikan publik. Edukasi masyarakat tentang pentingnya wakaf sahih tidak bisa hanya lewat seminar. Harus ada simbol konkret yang ditemui jamaah sehari-hari.
Ketika jamaah shalat di masjid lalu membaca maklumat wakaf di dinding, mereka belajar. Mereka memahami bahwa wakaf tidak cukup dengan niat baik, melainkan juga perlu administrasi hukum yang rapi.
Dalam al-Mughni, Ibn Qudamah menulis bahwa salah satu syarat wakaf adalah adanya kepastian objek dan tujuan wakaf, agar manfaatnya tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari. Program MANTAF memenuhi prinsip ini: kepastian objek wakaf dipublikasikan, manfaatnya jelas, dan masyarakat ikut terlibat.
Harapan Menjadi Best Practice
Saya berharap program MANTAF tidak berhenti di Ilir Timur Satu Palembang. Program ini harus menjadi best practice yang ditiru oleh seluruh KUA di Sumatera Selatan, bahkan di Indonesia.
Kementerian Agama Sumsel siap mendukung penuh. Kami akan memfasilitasi koordinasi dengan BPN, memberi pendampingan administratif, dan memastikan setiap KUA mendapat penguatan dalam melaksanakan program serupa. Dengan begitu, semakin banyak masjid dan mushalla yang memiliki kejelasan hukum.
Bayangkan jika seluruh masjid di Sumsel memiliki maklumat wakaf yang jelas. Bukan saja jamaah akan tenang, tetapi juga sejarah masjid itu akan lebih terjaga. Generasi mendatang bisa membaca bahwa masjid mereka berdiri atas wakaf seseorang, lalu tumbuh rasa hormat dan tanggung jawab untuk menjaganya.
Amanah Jangka Panjang
Wakaf adalah ibadah berdimensi jangka panjang. Ia melampaui usia wakif, melintasi generasi, dan menjadi amal jariyah tanpa batas. Karena itu, menjaga wakaf bukan sekadar urusan administratif, melainkan bagian dari menjaga sejarah, identitas, dan keberkahan umat.
Di sinilah letak urgensinya. Jika kita membiarkan tanah wakaf tanpa kepastian hukum, sama saja kita menelantarkan amanah wakif. Sebaliknya, dengan memastikan wakaf tercatat, sah, dan transparan, kita sedang melanjutkan amal jariyah wakif itu.
MANTAF Membuka Jalan
Wakaf adalah amanah. Setiap langkah untuk memperkuatnya adalah ibadah. Program MANTAF telah membuka jalan: menghadirkan transparansi, edukasi, dan partisipasi masyarakat dalam menjaga aset wakaf.
Tugas kita bersama adalah memperluasnya, memastikan setiap masjid dan mushalla memiliki status hukum yang jelas. Dengan begitu, kita bukan hanya menjaga aset umat, tetapi juga memastikan pahala para wakif terus mengalir.
Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling dicintai Allah adalah yang paling banyak memberi manfaat bagi orang lain.” (HR. Thabrani).
Wakaf adalah salah satu jalan paling nyata untuk memberi manfaat itu. Dan MANTAF adalah cara kita memastikan manfaat itu tetap mengalir, tanpa henti, hingga akhir zaman. Aaamiin.**
Palembang, 28 Agustus 2025