Sidomulyo, Desa Kecil yang Menyalakan Asa Besar Jaminan Kesehatan

Kepesertaan JKN bukan hanya administrasi. Ini tentang rasa aman

BANYUASIN | KabarSriwijaya.NET – Senin pagi, 11 Agustus 2025, langit di atas Desa Sidomulyo, Banyuasin, masih berbalut mendung tipis. Namun, di balai desa yang sederhana, suasana justru hangat. Wajah-wajah warga desa tampak sumringah, sebab hari itu menjadi penanda babak baru: Sidomulyo resmi menjadi desa pertama di Banyuasin yang bergabung dalam Program SRIKANDI BPJS Kesehatan.

Tak banyak yang tahu, di balik akronim SRIKANDI—sinergi rekrutmen reaktivasi peserta JKN melalui pemerintah daerah dengan pihak ketiga—tersimpan gagasan besar. Program ini memungkinkan pemerintah daerah, desa, hingga badan usaha bersama-sama menanggung iuran agar masyarakat miskin atau yang kepesertaannya tidak aktif tetap bisa terlindungi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

“Ini bukan sekadar menambah angka peserta, tapi bentuk kepedulian desa pada warganya,” ujar Edy Surlis, Kepala BPJS Kesehatan Cabang Palembang, yang akrab disapa Edsur, Senin, (11/08/2025) pagi.

Hari itu, sebanyak 200 warga Sidomulyo langsung didaftarkan. Angka yang mungkin kecil dibanding jutaan peserta JKN se-Indonesia, namun bagi Sidomulyo ini adalah lompatan penting.

Lebih dari Sekadar Administrasi

Di sela acara, Kepala Dinas Kesehatan Banyuasin, Rini Pratiwi, mengingatkan: “Kepesertaan JKN bukan hanya administrasi. Ini tentang rasa aman. Tentang kepastian bahwa kalau sakit, warga bisa berobat tanpa dihantui biaya.”

Ucapan itu berangkat dari kenyataan di lapangan. Meski data BPJS mencatat 98,4% penduduk Banyuasin sudah menjadi peserta JKN per 1 Agustus 2025, selalu ada celah: warga yang belum terdaftar, atau yang kepesertaannya terhenti karena iuran tak terbayar. Di desa-desa kecil, celah itu berarti ketidakpastian—antara memilih berobat atau menahan sakit.

Gotong Royong Model Baru

Program SRIKANDI ibarat menghidupkan kembali semangat gotong royong dalam wajah baru. Bedanya, kali ini gotong royong hadir lewat sistem iuran bersama: pemerintah desa, daerah, hingga pihak ketiga, ikut menyisihkan dana demi menjamin warganya terlindungi.

“Semoga Sidomulyo jadi teladan. Kalau desa lain ikut, target RPJMN 98,6% kepesertaan JKN tahun ini bisa kita capai,” tambah Edsur optimis.

Cerita dari Warga

Di antara kerumunan, tampak seorang ibu muda bernama Siti, warga Sidomulyo. Ia bercerita sambil menggendong anaknya yang berusia tiga tahun. “Kemarin saya sempat berhenti bayar iuran karena hasil panen tak seberapa. Sekarang alhamdulillah bisa aktif lagi. Rasanya lebih tenang, apalagi punya anak kecil.”

Cerita Siti menggambarkan alasan mengapa program ini penting. Bagi warga desa, jaminan kesehatan bukan sekadar kartu, tapi benteng terakhir ketika musibah datang.

Harapan yang Menyebar

Kepala Desa Sidomulyo, Rahmat, menutup acara dengan suara mantap. “Kami ingin warga tidak takut sakit. Kami ingin semua punya akses yang sama. Sidomulyo sudah memulai, semoga desa lain menyusul.”

Langkah Sidomulyo mungkin sederhana, hanya menandatangani PKS dan mendaftarkan 200 jiwa. Tapi dari desa kecil inilah, semangat besar untuk menghadirkan perlindungan kesehatan bagi semua bisa tumbuh.

Karena pada akhirnya, seperti makna kemerdekaan yang selalu dirayakan setiap tahun, kesehatan adalah hak paling mendasar. Dan Sidomulyo telah memberi teladan: melindungi warga bukan hanya tugas negara, tapi juga tugas desa, bersama, bergotong royong.

TEKS : YULIE AFRIANI   |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *