Zakat, Rumah Roboh dan Kepercayaan yang Hilang

Zakat bukan sekadar angka. Ia adalah pilar dalam bangunan keadilan sosial Islam

AGAMA, Islam, SUMSEL, WAWASAN165 Dilihat

Oleh: Imron Supriyadi

Saya terenyuh membaca kisah Pak Nawawi di Palembang. Seorang warga di Lorong Timbunan, Ogan Baru, yang tinggal di rumah nyaris roboh. Lewat program bedah rumah Baznas Kota Palembang dan Pemerintah Kota Palembang, rumahnya dibangun kembali.

Layak. Aman. Penuh harap. Saya bayangkan, doa Pak Nawawi dan keluarganya tak henti mengalir. Zakat menyelamatkan mereka. Tapi pertanyaan yang menggoda hati saya adalah: mengapa program seperti ini jarang terdengar? Mengapa gema zakat tak sedahsyat potensi sejatinya?

Padahal, kalau kita mau jujur, kekuatan zakat di Indonesia itu maha dahsyat. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) sendiri pernah menghitung potensi zakat nasional bisa mencapai Rp 327 triliun setiap tahun. Tapi yang terkumpul? Masih di kisaran Rp 20 triliun saja. Artinya, kita baru memanen tak lebih dari 7 persen dari potensi kesalehan finansial umat ini.

Zakat adalah Pilar Keadilan Sosial

Zakat bukan sekadar angka. Ia adalah pilar dalam bangunan keadilan sosial Islam. Ia bukan hanya sedekah ikhlas, tapi kewajiban syariat. Tak kalah wajib dari salat, puasa, dan haji.

BACA ARTIKEL LAINNYA :

Menjemput Surga dari Lorong Sempit: Kisah Nawawi dan Rumah yang Tak Lagi Roboh

 

Maka kalau zakat terabaikan, berarti ada tiang rumah Islam yang sedang keropos. Dan jika umat Islam hari ini masih terpuruk dalam kemiskinan, bisa jadi salah satu sebabnya adalah kita belum serius mengelola dan menyalurkan zakat sebagai instrumen sistemik.

Bedah Rumah Bukan Satu-satunya

Program bedah rumah seperti yang dilakukan di Palembang hanyalah satu contoh konkret dari bagaimana zakat bisa menyentuh rakyat secara langsung. Tapi Baznas di daerah lain juga punya inovasi serupa:

  • Baznas Kabupaten Sleman pernah meluncurkan Z Chicken, program ayam potong yang dikelola mustahik dan hasilnya kembali pada mereka.
  • Baznas Jombang menggerakkan UMKM perempuan lewat pelatihan keterampilan berbasis masjid.
  • Baznas Kota Surabaya membangun Klinik RBG (Rumah Bersalin Gratis) untuk keluarga dhuafa.

Artinya, potensi zakat sebagai tools for transformation sebenarnya sudah terbukti. Tapi mengapa publik masih ragu menitipkan zakat ke Baznas? Jawabannya bisa pahit: krisis kepercayaan.

Masalahnya Bukan pada Zakat, Tapi pada Pengelolaan

Mari kita jujur. Banyak umat Islam yang lebih percaya menitipkan zakat ke pengurus masjid, tetangga, atau Ustadz kampung, daripada ke Baznas. Sebab masjid punya wajah, punya jamaah yang bisa menagih pertanggungjawaban. Bahkan ada masjid seperti Jogokariyan di Yogyakarta yang dikenal dengan manajemen transparansi nol rupiah: tidak ada dana menginap di kas, semua langsung disalurkan. Laporan ditempel di papan informasi. Rakyat kecil senang, karena bisa melihat kemana zakat dan infak mereka mengalir.

Lalu bagaimana dengan Baznas?

Seringkali, mereka terlalu birokratis. Terlalu formal. Jauh dari rakyat. Kaku dalam komunikasi. Laporan tahunan ada, tapi tidak membumi. Lembaga ini seolah terlalu lembaga, tidak seperti orang baik yang bisa kita peluk kalau butuh. Padahal zakat butuh sentuhan batin, bukan sekadar laporan audit.

Membangun Kepercayaan: Dari Birokrasi ke Hati Nurani

Baznas kabupaten dan kota bisa membangun kembali kepercayaan publik jika:

  1. Transparan Total – Buat laporan harian, mingguan, dan bulanan. Tempelkan di masjid, sebarkan di WA Group, posting di media sosial. Bukan PDF 100 halaman yang hanya dibaca auditor.
  2. Berwajah Manusia – Bukan hanya logo dan stempel. Libatkan tokoh lokal yang dipercaya masyarakat sebagai wajah kemanusiaan Baznas.
  3. Dekat dengan Akar Rumput – Jangan hanya bangga punya program nasional. Datangi pasar, komunitas petani, ibu-ibu kampung. Dengarkan mereka. Dari sana akan lahir program yang relevan dan dipercaya.
  4. Laporan Visual – Buat video pendek, dokumentasi foto penerima manfaat, kisah sukses para mustahik yang berubah menjadi muzaki. Emosi membangun kepercayaan lebih kuat dari grafik.
  5. Libatkan Jamaah Masjid – Tunjuk amil dari lingkungan masjid untuk menyalurkan zakat lewat Baznas, agar jamaah tahu: oh, uang zakatku dipegang Pak Tohir yang shalat di sebelahku setiap subuh.

Zakat yang Mengubah Takdir

Pak Nawawi bukan satu-satunya yang bisa dibantu. Bayangkan jika seluruh potensi zakat nasional tersalurkan dengan optimal. Akan lahir ribuan rumah Nawawi lainnya. Akan bangkit ribuan UMKM, sekolah gratis, klinik kesehatan, hingga kemandirian pangan.

Zakat bukan hanya meredakan lapar. Ia menyulut api peradaban.

Karena zakat adalah cinta yang diwajibkan. Ia menyatukan spiritualitas dan solidaritas. Dan lembaga seperti Baznas punya tanggung jawab besar sebagai pengemban amanah ini. Tapi cinta tak bisa dipaksakan. Ia tumbuh karena kepercayaan.

Maka tugas Baznas hari ini bukan hanya menyalurkan. Tapi meyakinkan umat, bahwa zakat yang dititipkan benar-benar menyentuh tangan yang tepat.

Dan kepercayaan itu, seperti cinta, dibangun dari bukti. Bukan janji.

📌 Penulis adalah Jurnalis dan Pengasuh Pondok Pesantren Laa Roiba Muaraenim-Sumsel

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *