Janji Rp1 Triliun dari Tanah Batubara: Strategi PAD Bupati Muara Enim dan Satgas Pengawasan yang Ditunggu

Muara Enim adalah wilayah yang kaya. Tambang batubara mengalirkan triliunan rupiah

MUARAENIM | KabarSriwijaya.NET — Dalam satu ruang paripurna di gedung DPRD Muara Enim, Kamis (26/6/2025), Bupati H. Edison berdiri di podium, menyampaikan rencana besar: Pendapatan Asli Daerah (PAD) Muara Enim akan ditingkatkan hingga menembus angka Rp1 triliun dalam lima tahun ke depan. Bukan angka kecil untuk daerah yang selama ini bergantung pada dana transfer pusat dan royalti dari sektor pertambangan.

Di hadapan Ketua DPRD Deddy Arianto, Wakil Bupati Hj. Sumarni, Sekretaris Daerah Ir. Yulius, dan jajaran Forkopimda, Bupati memaparkan langkah-langkah strategis, termasuk pembentukan Satuan Tugas (Satgas) khusus PAD yang akan bekerja langsung di lapangan.

“Kita ingin pemetaan potensi PAD lebih akurat. Aset daerah dikelola efektif. Ada pengawasan dan evaluasi yang lebih ketat,” ujar Edison.

Namun pertanyaannya kemudian: potensi apa yang selama ini belum tergali? Aset mana yang selama ini belum dikelola secara maksimal? Dan siapa yang mengawasi para pengawas ini?

Kenyataan di Lapangan: Angka Besar, Tantangan Lebih Besar

Muara Enim adalah wilayah yang kaya. Tambang batubara mengalirkan triliunan rupiah bagi perusahaan-perusahaan besar setiap tahunnya. Namun, seperti banyak daerah penghasil sumber daya alam lainnya di Indonesia, kesejahteraan justru belum merata turun ke warga paling bawah. Angka pengangguran masih menjadi pekerjaan rumah, begitu pula infrastruktur dasar seperti sanitasi, air bersih, dan pelayanan publik di desa-desa pinggiran.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Selatan tahun 2024, PAD Muara Enim tercatat hanya sekitar Rp385 miliar, atau sekitar 20 persen dari total APBD. Sisanya berasal dari dana transfer pusat. Artinya, kemandirian fiskal masih jauh dari ideal, meskipun potensi sektor batubara, perkebunan, dan pariwisata sebenarnya ada.

Jika target Rp1 triliun ini ingin dicapai, maka pertanyaannya bukan hanya “bagaimana mengumpulkan lebih banyak,” tapi juga: siapa yang selama ini ‘tidak membayar dengan adil’? Apakah pengusaha lokal? Apakah retribusi sektor informal yang bocor? Apakah aset daerah yang mangkrak bertahun-tahun?

Satgas PAD: Alat Efektif atau Tambahan Birokrasi?

Bupati Edison menegaskan, Satgas PAD juga akan mengawasi realisasi komitmen tenaga kerja lokal 70 persen di perusahaan-perusahaan tambang dan industri. Ini klaim menarik, apalagi di tengah banyaknya keluhan masyarakat soal lapangan kerja yang dibanjiri tenaga dari luar daerah.

Namun, tanpa transparansi publik terhadap nama-nama anggota Satgas, mekanisme kerja, hingga hasil lapangan, Satgas ini berisiko jadi instrumen simbolik semata. Seperti yang terjadi di banyak daerah lain di Indonesia, di mana satgas dibentuk tetapi justru menjadi ladang konflik kepentingan, atau malah sarana negosiasi elite yang tak menyentuh rakyat.

“Kalau bicara PAD, bicara tambang, maka pertanyaannya: siapa yang benar-benar dapat akses? Siapa yang hanya dapat debu?” kata Dr. Hermawan S., pengamat kebijakan fiskal daerah dari Universitas Sriwijaya, saat dihubungi untuk memberi perspektif.

Ia menambahkan bahwa peningkatan PAD sejatinya harus dibarengi dengan pembenahan basis data wajib pajak daerah, digitalisasi layanan retribusi, serta reformasi tata kelola aset milik Pemda. Tanpa itu, target besar hanya akan menjadi retorika tahunan di ruang paripurna.

Belajar dari Daerah Lain: Padang Panjang dan Banyuwangi

Ada beberapa kabupaten di Indonesia yang berhasil lepas dari ketergantungan dana pusat. Kota Padang Panjang di Sumatera Barat, misalnya, sukses meningkatkan PAD lewat sektor pariwisata berbasis budaya dan UMKM halal. Di sisi lain, Kabupaten Banyuwangi berhasil mendongkrak PAD melalui integrasi digitalisasi retribusi pasar, pelabuhan, hingga objek wisata. Kuncinya: transparansi dan partisipasi masyarakat.

Jika Muara Enim ingin mengejar angka Rp1 triliun, maka pendekatannya harus lebih dari sekadar membentuk Satgas. Perlu reformasi menyeluruh dan keterlibatan masyarakat sipil dalam proses pengawasan anggaran dan kebijakan.

Anggaran, Politik, dan Warisan Kepemimpinan

Dalam rapat itu, fraksi-fraksi di DPRD memberikan tanggapan atas Raperda Pertanggungjawaban APBD 2024. Bupati mengucapkan terima kasih atas saran dan kritik yang disampaikan.

Namun jika dicermati lebih dalam, tidak banyak suara kritis yang terdengar soal rincian alokasi PAD, efektivitas program, atau pertanggungjawaban atas capaian yang tak terpenuhi. Di sinilah sebetulnya tantangan paling krusial dari demokrasi lokal: politik anggaran kerap jadi arena kompromi, bukan evaluasi.

Dan lima tahun ke depan, apakah target Rp1 triliun PAD itu akan menjadi legasi kepemimpinan Bupati Edison, atau akan tinggal sebagai arsip manis dari paripurna yang terlupakan?

TEKS : AHMAD MAULANA  |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI  |  FOTO : ENIMTV


Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *