Gus Amu, Ketua PCNU Muara Enim : Bentuk Pendidikan Karakter dan Pelestarian Seni Islam

Respon Gus Amu terhadap Lomba Syarofal Anam dan Hadroh HSN tahun 2025 PCNU Muaraenim

“Dengan lomba ini, kita melestarikan tradisi pesantren dan menumbuhkan rasa bangga generasi muda terhadap warisan budaya Islam di daerah kita. Ini sekaligus menjadi pengingat bahwa seni Islam bukan hanya hiburan, tetapi medium dakwah yang membangun kesadaran spiritual,”

———– Gus Amu ——–

Muara Enim | KabarSriwijaya.NET — Suasana penuh semangat terlihat di Lapangan belakang Masjid Agung Muara Enim pada Minggu, 19 Oktober 2025, saat ribuan peserta berkumpul mengikuti rangkaian kegiatan Hari Santri Nasional (HSN) tahun 2025.

Dalam pembukaan lomba Syarofal Anam dan Hadroh, Ketua PCNU Kabupaten Muara Enim, H. Ahmad Mujtaba, S.E., S.Th.I, yang akrab di sapa Gus Amu–menyampaikan kata sambutan yang sarat makna, menekankan pentingnya seni Islam sebagai sarana pendidikan karakter bagi santri dan generasi muda.

pendidikan karakter

Menurut Gus Amu, lomba Syarofal Anam dan Hadroh bukan sekadar kompetisi, tetapi merupakan medium pendidikan karakter yang sarat nilai keislaman.

Ia menjelaskan, kedua seni tradisional Islam ini mengajarkan santri untuk disiplin, bekerja sama, menghormati sesama, dan menanamkan rasa tanggung jawab.

“Melalui lomba ini, santri dan generasi muda belajar lebih dari sekadar menampilkan kemampuan seni,” kata Gus Amu—putra dari KH Dainawi Gerentam Bumi, Pimpinan Pondok Pesantren Al Haromain Semendo, Muaraenim.

Melalui lomba ini, lanjut Gus Amu, semua peserta belajar kesabaran, kerja sama tim, konsistensi dalam latihan, dan menghargai budaya Islam yang telah diwariskan para ulama dan pendahulu kita.

”Inilah pendidikan karakter yang tak bisa ditemukan di bangku sekolah saja, tetapi melalui praktik langsung di pesantren dan kegiatan seni,” tegasnya.

nilai lokalitas yang kuat

Lebih lanjut, Gus Amu menekankan, Syarofal Anam dan Hadroh memiliki nilai lokalitas yang kuat. Seni ini bisa terus berkembang di pesantren Muara Enim, bisa menjadi identitas budaya yang mengikat santri dengan akar keagamaan dan kearifan lokal.

“Dengan lomba ini, kita melestarikan tradisi pesantren dan menumbuhkan rasa bangga generasi muda terhadap warisan budaya Islam di daerah kita. Ini sekaligus menjadi pengingat bahwa seni Islam bukan hanya hiburan, tetapi medium dakwah yang membangun kesadaran spiritual,” tambahnya.

Lebih lanjut, Gus Amu juga menyinggung tantangan yang dihadapi seni tradisional Islam di era modern.

“Di tengah gempuran musik dan budaya populer, Hadroh dan Syarofal Anam tetap relevan sebagai sarana edukasi, penguat moral, dan media dakwah. Generasi muda perlu diberikan ruang untuk belajar dan mengapresiasi seni Islami agar nilai-nilai luhur tetap hidup,” ujarnya.

bukan sekadar pentas seni

Selain itu, Gus Amu juga menegaskan, kegiatan lomba ini juga menjadi ajang pemberdayaan seniman lokal.

Menurutnya, seniman dan pembina santri dapat menyalurkan kreativitas mereka, membina generasi muda, dan memperkenalkan seni Islam ke publik lebih luas.

”Dengan demikian, Syarofal Anam dan Hadroh bukan sekadar pentas seni, tetapi juga wadah pengembangan kapasitas dan apresiasi masyarakat terhadap seni Islam,” tegasnya.

Gus Amu berharap, pemerintah daerah dan semua pihak mendukung keberlanjutan kegiatan ini. Seni Islam perlu diakui sebagai bagian penting dari budaya lokal dan pendidikan pesantren.

”Dengan dukungan ini, generasi muda akan tumbuh tidak hanya cerdas secara akademik, tetapi juga kuat dalam spiritual dan moral,” tambahnya.

Di akhir sambutannya, berpesan kepada para peserta, mengikuti lomba ini bukan semata mencari juara.

Lebih dari itu, Gus Amu mengajal para peserta menjadikan setiap langkah dan suara dalam Syarofal Anam dan Hadroh sebagai upaya meneguhkan iman, menumbuhkan karakter mulia, dan melestarikan budaya Islam yang menjadi warisan pesantren kita.

Upaya Pelestarian dan Dukungan Dana

Pada kesemnpatan yang sama, Staf Ahli Bupati Muara Enim, Juli Jumantun Nuri, yang hadir dalam kegiatan tersebut, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap pelaksanaan lomba Syarofal Anam dan Hadroh.

BACA ARTIKEL TERKAIT :

Ia menegaskan bahwa pemerintah daerah sangat mendukung upaya pelestarian seni Islam dan pendidikan karakter bagi generasi muda. “Kegiatan ini menunjukkan bahwa pesantren dan masyarakat memiliki kepedulian besar terhadap pelestarian budaya lokal, sekaligus menumbuhkan karakter santri yang religius dan berakhlak mulia,” ujarnya.

Lebih lanjut, Juli Jumantun Nuri menekankan, aspirasi para seniman dan pembina santri menjadi perhatian serius pemerintah.  Usulan dari seniman hadroh, terkait pentingnya masuk APBD akan disampaikan aspirasinya.  Harapannya, di masa mendatang alokasi anggaran daerah akan mempertimbangkan dukungan lebih luas bagi seni tradisional Islam, termasuk Syarofal Anam dan Hadroh.

“Kami berharap lomba-lomba seperti ini terus digelar, sehingga generasi muda tetap mengenal, mencintai, dan mengembangkan seni Islam khas Muara Enim,” tambahnya.

Desak Hadroh Masuk APBD

Usai dua sambutan, H Jumali, S.Ag, mewakili dewan juri tampil memberi pengantar tentang teknis penjurian dan mengenalkan para juri.

Dalam kesempatan ini juga, H. Jumali, yang juga seniman senior, qori, dan pegiat hadroh, menyampaikan aspirasi penting terkait alokasi anggaran kesenian daerah.

Ia menyoroti bahwa selama ini APBD Kabupaten Muara Enim baru mencakup dukungan untuk Qasidah Rebana, sementara Syarofal Anam dan Hadroh belum mendapat perhatian yang memadai.

“Mohon izin, Pak Bupati atau yang mewakili. Kami berharap ke depan seni-seni Islam ini juga mendapat alokasi dana, agar keadilan seni di Muara Enim bisa lebih merata,” ujar H. Jumali dari panggung kegiatan.

Pernyataan ini disambut tepuk tangan peserta dan juri lainnya, termasuk Kiai Abdul Madjid, pegiat kaligrafi dan musik gambus, yang menegaskan bahwa aspirasi ini merupakan suara kolektif para pelaku seni Islam di daerah.

Acara kemudian dilanjutkan pemanggilan peserta dari berbagai lembaga. Masing-masing tim telah mempersiapkan diri menampilkan Syarofal Anam dan Hadroh terbaik mereka.

Panggung Hari Santri Nasional tahun 2025 di Muaraenim, kali itu tidak hanya menjadi arena lomba, tetapi juga simbol pendidikan karakter, pelestarian budaya Islam, dan pemberdayaan generasi muda melalui seni pesantren di Muara Enim, sebagaimana yang disampaikan Gus Amu dalam sambutan.**

TEKS / FOTO: IMRON SUPRIYADI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *