Jakarta | KabarSriwijaya.NET – Kamis pagi (18/9/2025). Di ruang konferensi pers Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri RI, Wali Kota Prabumulih Arlan menundukkan kepala. Dengan suara lirih, ia menyampaikan permohonan maaf kepada masyarakat Indonesia—terutama masyarakat Prabumulih—dan kepada seorang kepala sekolah: Roni Ardiansyah.
Di hadapan wartawan dan pejabat Kemendagri, Arlan berkata, “Pertama-tama saya memohon maaf. Saya mengakui kesalahan saya atas kejadian ini. Peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi saya tentang kontrol diri.”
Pernyataan itu segera menjadi sorotan publik. Bagi sebagian orang, ini hanya berita politik lokal. Namun bagi dunia pendidikan, ini adalah momen penting: seorang kepala daerah mengakui kesalahan dan seorang kepala sekolah mendapat pengakuan atas integritasnya.
Kronologi Sebuah Kekeliruan
Peristiwa yang memicu kehebohan ini bermula pada 5 September 2025. Saat itu sekolah sedang tutup. Anak Wali Kota Arlan sedang latihan drum band sekitar 150 meter dari gedung sekolah. Hujan turun deras. Mobil jemputan anak Arlan dilarang masuk ke area sekolah karena aturan ketat parkir di SMP Negeri 1 Prabumulih. Anak Arlan pun harus turun dan berjalan kaki kehujanan.
BACA ARTIKEL TERKAIT :
Bagi sebagian orang, ini hal kecil. Namun bagi Arlan, momen itu memantik emosi. Ia kemudian memutuskan mencopot Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Prabumulih, Roni Ardiansyah. Keputusan itu menuai kritik luas karena dianggap terburu-buru dan tak prosedural. Kemendagri akhirnya memberikan teguran tertulis kepada Arlan atas mutasi yang melanggar ketentuan.
Kepala Sekolah yang Menjaga Prinsip
Bagi Roni Ardiansyah, teguran kepada anak pejabat atau pelarangan mobil masuk sekolah bukan semata aturan, melainkan prinsip pendidikan. Ia menjaga disiplin agar sekolah tetap menjadi ruang aman dan setara.
Sejak awal kariernya, Roni dikenal sebagai kepala sekolah yang membangun budaya tertib dan kesederhanaan. Ia tidak membedakan antara anak pejabat dan anak warga biasa. Baginya, pendidikan karakter harus menyentuh semua aspek, termasuk parkir kendaraan.
Ketika dimutasi, ia tidak banyak bicara. Namun sikap tenang dan konsistensinya justru memantik simpati publik. Murid-muridnya berbaris mengucapkan selamat tinggal dengan air mata. Guru-guru mendukungnya. Dunia maya bergemuruh.
Sebuah Permintaan Maaf yang Langka
Di era yang serba cepat, jarang ada pejabat publik mengakui kesalahan secara terbuka. Tapi hari itu, Wali Kota Arlan melakukannya. Ia bahkan mendatangi rumah Roni sehari sebelumnya. “Dengan segala kerendahan hatinya, beliau merangkul saya kembali,” kata Roni.
Roni pun kembali aktif sebagai Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih pada 17 September 2025. Bagi masyarakat, ini bukan sekadar kembalinya seorang kepala sekolah, melainkan pemulihan harga diri profesi guru.
Keteladanan di Balik Kesalahan
Kisah ini mengajarkan bahwa dunia pendidikan bukan hanya ruang belajar bagi siswa, tapi juga ruang pembelajaran bagi pemimpin daerah. Arlan belajar tentang kontrol diri; Roni menunjukkan pentingnya prinsip dan ketenangan.
Bagi siswa, mereka menyaksikan langsung bagaimana integritas bekerja. Mereka belajar bahwa kesalahan bisa diakui, dan maaf bisa memperbaiki keadaan. Dalam tradisi pendidikan Islam, ini sejalan dengan konsep uswatun hasanah: keteladanan nyata yang membimbing, bukan hanya kata-kata.
Guru Sebagai Benteng Karakter Bangsa
Guru dan kepala sekolah bukan sekadar pengajar mata pelajaran. Mereka benteng terakhir pendidikan karakter bangsa. Kejadian ini menunjukkan betapa rentannya posisi mereka, namun juga betapa kuatnya dampak teladan mereka.
Ketika aturan ditegakkan, sebenarnya mereka sedang membentuk karakter murid: disiplin, adil, menghormati batas. Dengan meminta maaf, Wali Kota juga memberi teladan lain: rendah hati, introspeksi, dan keberanian mengakui kesalahan.
Momentum Memperbaiki Sistem
Kemendagri telah memberikan teguran tertulis. Ini jadi momentum penting untuk memperbaiki prosedur mutasi kepala sekolah, agar tenaga pendidik terlindungi dari intervensi emosional. Dunia pendidikan butuh sistem yang adil, bukan sekadar figur heroik.
Bagi Roni, kejadian ini menjadi ujian integritas. Bagi Arlan, ini jadi pelajaran kontrol diri. Bagi masyarakat, ini menjadi pengingat bahwa sekolah adalah ruang publik yang harus dijaga marwahnya.
Dari Kontroversi Menuju Keteladanan
Di balik drama Prabumulih, tersimpan kisah yang lebih besar: tentang kesabaran seorang kepala sekolah, tentang kerendahan hati seorang wali kota, dan tentang masyarakat yang masih peduli pada integritas pendidikan.
Kisah ini bukan hanya tentang mobil yang dilarang masuk atau anak pejabat yang kehujanan. Ini tentang nilai-nilai yang kita wariskan kepada generasi muda: keadilan, disiplin, kesederhanaan, serta keberanian untuk meminta maaf.
Bagi majalah pendidikan, inilah bukti nyata bahwa pendidikan tidak berhenti di ruang kelas. Pendidikan juga terjadi di ruang publik, di balik kebijakan, dan di dalam hati para pemimpinnya.
TEKS : BAGUS SANTOSA | EDITOR : WARMAN P | FOTO :KOMPAS.COM