Potret Aspirasi Warga dalam Reses DPRD Palembang Dapil IV ‘“Belajar Empat Shift”

Reses DPRD Palembang Dapil IV, Peby Anggi Pratama : Aspirasi Didominasi Permintaan Tambahan Ruang Kelas

PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Kamis pagi, 18 September 2025, halaman Kantor Camat Sako lebih ramai dari biasanya. Spanduk bertuliskan “Reses Masa Sidang III Tahun 2025” terpampang di depan gedung. Di dalam aula sederhana itu, para anggota DPRD Kota Palembang dari Daerah Pemilihan (Dapil) IV—mencakup Kecamatan Sako, Kalidoni, dan Sematang Borang—duduk berhadap-hadapan dengan para lurah, kepala sekolah, hingga perwakilan koperasi. Sejak awal, suasana reses terasa bukan sekadar seremonial: ada kegelisahan yang ingin disampaikan warga, ada janji yang diminta ditepati.

Ruspanda Karibullah, Ketua Fraksi PAN, bersama delapan anggota dewan lain—Dr. Syntia Rahutami (Demokrat), Peby Anggi Pratama (Golkar), Diana (NasDem), Patra Wibowo (Gerindra), Zulfikar Muharrami (Golkar), Agung Bahari (PKS), Duta Wijaya Sakti (PDI-P), dan Harya Pratystha Endhie Putra (PKB)—mengambil tempat di deretan kursi depan. Mereka menjadi wajah DPRD Palembang yang hari itu datang mendengar langsung keluhan konstituen.

“Harapan kami sederhana: DPRD dan Pemerintah Kota Palembang sevisi dan semisi—memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat,” ujar Peby Anggi Pratama, yang bertindak sebagai Sekretaris Dapil IV.

Ia menyebut mayoritas aspirasi yang masuk terkait peningkatan fasilitas pendidikan dan kesehatan. “Banyak sekolah butuh tambahan ruang kelas baru, serta fasilitas kesehatan yang harus diperbarui agar pelayanan lebih maksimal,” tambahnya.

Kelas yang Dipadatkan, Anak Belajar Hanya Dua Jam

Suara paling lantang datang dari para kepala sekolah. Rosalina, Kepala SDN 103, misalnya, menyampaikan betapa beratnya menampung 600 siswa hanya dengan lima ruang belajar dari total 18 rombongan belajar (rombel). “Kami terpaksa membagi kelas jadi empat shift dalam sehari. Anak-anak hanya belajar sekitar dua jam,” keluhnya.

Padahal, lanjut Rosalina, lahan sekolah masih memungkinkan untuk pembangunan ruang kelas tambahan. Proposal sudah diajukan, namun belum ada realisasi. “Kami berharap melalui reses DPRD ini kebutuhan ruang kelas baru bisa segera terealisasi,” ujarnya diiringi anggukan setuju beberapa kepala sekolah lain.

Zulherman dari SDN 248 mengungkapkan kisah serupa. Sekolahnya memiliki 970 siswa dengan 28 rombel, tetapi hanya 10 ruang belajar. “Kami jalankan tiga shift. Situasi ini tidak ideal bagi perkembangan anak. Kami butuh tambahan ruang kelas segera,” katanya.

Cerita-cerita semacam ini menambah bobot agenda reses. Ia menegaskan bahwa program pendidikan dasar di Palembang tak bisa lepas dari persoalan infrastruktur.

Koperasi dan Fasilitas Kesehatan Masih Perlu Perhatian

Selain pendidikan, koperasi juga menyuarakan aspirasi. Koperasi Merah Putih misalnya, meminta dukungan pemerintah daerah dan anggota dewan agar bisa memperluas kegiatan ekonomi warga. “Aspirasi seperti ini tentu akan kami perjuangkan,” kata Peby Anggi.

Di sektor kesehatan, masalahnya serupa: fasilitas yang sudah ada mulai uzur. Puskesmas butuh renovasi, alat kesehatan perlu pembaruan. Dalam forum reses, warga meminta agar DPRD membawa aspirasi ini ke rapat-rapat anggaran.

Menguji Komitmen Wakil Rakyat

Reses ini mengingatkan publik bahwa janji kampanye tak berhenti di kotak suara. Reses adalah mekanisme resmi DPRD untuk turun ke masyarakat, mendengar langsung keluhan, sekaligus menyerap aspirasi sebelum merumuskan kebijakan.

Namun, bagi warga Sako, Kalidoni, dan Sematang Borang, reses bukan hanya soal mendengar, melainkan juga membuktikan: apakah keluhan mereka akan berbuah keputusan nyata?

“Bagi kami, reses bukan sekadar mencatat aspirasi. Ini momentum menguji komitmen,” kata salah seorang tokoh masyarakat yang hadir. “Apakah dewan mampu memperjuangkan pembangunan ruang kelas? Apakah mereka bisa membawa perubahan nyata untuk layanan kesehatan?”

Potret Klasik Kota Berkembang

Kisah kekurangan ruang belajar di Palembang mencerminkan potret klasik kota-kota berkembang di Indonesia. Pertumbuhan penduduk cepat, migrasi ke kota meningkat, sementara infrastruktur pendidikan dan kesehatan berjalan tertatih. Di Kecamatan Sako, Kalidoni, dan Sematang Borang—tiga wilayah padat penduduk—fenomena ini terasa nyata.

Bagi anak-anak sekolah dasar, belajar dua jam per hari dengan sistem shift bukan sekadar pengalaman unik, tapi juga risiko ketertinggalan kualitas pendidikan. Bagi guru, kondisi ini menguras tenaga dan mengurangi kualitas pembelajaran. Bagi orang tua, ini mengancam masa depan anak-anak mereka.

DPRD dan Pemerintah Kota, Satu Meja Satu Visi

Sinyal positif muncul dari kehadiran hampir seluruh anggota DPRD Dapil IV dalam reses ini. “Kami bersepakat untuk mendorong eksekutif agar menyelaraskan program prioritas dengan kebutuhan mendesak warga,” kata seorang anggota dewan lainnya.

Reses kali ini seolah menjadi panggung untuk menyatukan visi DPRD dan Pemkot Palembang. Bukan hanya dalam retorika, tetapi dalam aksi nyata: pembangunan ruang kelas baru, pembaruan fasilitas kesehatan, dan dukungan bagi koperasi warga.

Tugas Besar Setelah Reses

Bagi Redaksi KabarSriwijaya.NET, pertemuan semacam ini menggambarkan denyut demokrasi lokal. Reses adalah instrumen kontrol sosial: masyarakat menyampaikan aspirasi, wakil rakyat mendengarkan. Tetapi pekerjaan sesungguhnya dimulai setelah reses usai—ketika para anggota DPRD membawa catatan itu ke ruang sidang, ke pembahasan anggaran, hingga ke meja birokrat.

Jika benar serius, persoalan kekurangan ruang belajar tak lagi menjadi berita tahunan. Anak-anak tak lagi belajar dua jam sehari. Dan koperasi-koperasi warga mendapat dukungan nyata untuk memperkuat ekonomi lokal.

Namun bila reses hanya berhenti pada catatan dan dokumentasi, publik akan kembali skeptis. Kekecewaan akan bertambah, jarak antara rakyat dan wakilnya kian melebar.

Menakar Harapan

Hari itu, aula Kantor Camat Sako perlahan kosong setelah acara selesai. Para anggota DPRD berpamitan, para guru kembali ke sekolah, para warga kembali ke aktivitas masing-masing. Yang tertinggal adalah tumpukan aspirasi dan setumpuk harapan.

Di atas kertas, semua kebutuhan telah tercatat: ruang kelas baru, fasilitas kesehatan, dukungan koperasi. Di lapangan, waktu yang akan membuktikan.

Bagi warga Sako, Kalidoni, dan Sematang Borang, reses ini semoga bukan sekadar ritus politik lima tahunan, melainkan pintu menuju perubahan nyata.

TEKS : YULIE AFRIANI  |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI  | FOTO : DOK.HUMAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *