Pagi itu Rabu (17/9/2025) halaman SMP Negeri 1 Prabumulih terasa berbeda. Matahari baru saja naik, menyinari ratusan wajah siswa yang berdiri berbaris rapi. Mereka mengenakan batik, bukan sekadar seragam, tapi simbol kehangatan menyambut sang kepala sekolah yang mereka rindukan. Mobil putih yang ditumpangi Roni Ardiansyah—kepala sekolah mereka—perlahan memasuki halaman. Tepuk tangan riuh, sorakan bahagia, dan tatapan haru pecah menjadi satu.
“Pak Roni kembali…” bisik seorang siswi kelas IX, matanya berbinar.
Setelah beberapa hari penuh tanda tanya dan keharuan, sosok yang mereka anggap sebagai teladan itu akhirnya kembali ke posisi semula—Kepala SMP Negeri 1 Prabumulih.
Dari Perpisahan Haru ke Sambutan Sukacita
Beberapa hari sebelumnya, suasana sekolah yang sama menjadi saksi momen perpisahan yang menyayat hati. Video yang viral di media sosial memperlihatkan Roni dikerumuni para siswa yang berebut mencium tangannya. Air mata tumpah, bukan hanya dari anak-anak tetapi juga guru-guru yang sudah bertahun-tahun bekerja bersama.
BACA BERITA TERKAIT :
- Pelajaran dari SMPN I Prabumulih: Saat Integritas Kepala Sekolah Jadi Sorotan
- Saat Wali Kota Prabumulih Minta Maaf kepada Kepala Sekolah
- Pak Roni, Murid yang Menangis, dan Guru yang Menghidupkan Uswatun Hasanah
Roni dimutasi secara mendadak setelah diduga menegur seorang siswa yang juga anak kepala daerah setempat karena membawa mobil pribadi ke sekolah. Bagi banyak orang, tindakan itu adalah bentuk disiplin wajar; bagi Roni, itu soal prinsip kesetaraan dan keselamatan.
Namun, publik menafsirkan mutasi itu sebagai konsekuensi sikap tegasnya. Narasi pun berkembang liar. SMP Negeri 1 Prabumulih jadi sorotan nasional.
Pelajaran Integritas di Tengah Kontroversi
Kembalinya Roni menjadi momen yang bukan hanya menyenangkan, tetapi juga sarat makna pendidikan. Sebab guru—apalagi kepala sekolah—adalah teladan moral. Integritas tidak lahir dari slogan, tetapi dari keberanian mengambil sikap.
Para siswa belajar bahwa kejujuran dan ketegasan pada prinsip tidak selalu mudah. Kadang harus melewati jalan terjal. Namun mereka juga menyaksikan: kebaikan akan menemukan jalannya kembali. Roni bukan sekadar kembali ke ruang kerja kepala sekolah; ia kembali ke ruang hati ratusan muridnya.
“Dalam setiap perjalanan yang baik akan selalu menemukan jalannya menuju kemenangan,” tulis salah satu warganet di Instagram. Ucapan ini mewakili rasa syukur banyak orang.
Ruang Kelas Bukan Sekadar Dinding, Tetapi Nilai
Di mata para guru, Roni adalah pemimpin yang membangun sistem berbasis nilai. Ia menekankan disiplin bukan untuk menakut-nakuti, melainkan membentuk karakter. Larangan membawa mobil bagi siswa, misalnya, bukan hanya soal aturan lalu lintas, tapi soal kesadaran sosial: menjaga kesetaraan, menghindari kesenjangan, dan membentuk empati.
Kehadirannya kembali di sekolah membawa pesan kuat bahwa pendidikan tidak boleh lepas dari keteladanan. “Guru adalah uswatun hasanah, contoh nyata,” ujar seorang guru senior yang menyambutnya pagi itu.
Bukan Sekadar Jabatan, Tetapi Amanah
Roni sendiri tak banyak bicara saat tiba. Dengan senyum tenang, ia menyalami satu per satu guru, menepuk bahu para siswa, dan sesekali melambaikan tangan. Momen itu terasa seperti seorang ayah pulang dari perantauan panjang.
Keheningan singkatnya seakan mengingatkan semua pihak: jabatan hanyalah amanah. Yang abadi adalah integritas dan kasih sayang. Dari peristiwa ini, guru-guru belajar pentingnya menjaga marwah profesi pendidik. Sementara siswa belajar nilai moral yang tidak tertulis di buku pelajaran.
Refleksi Bagi Dunia Pendidikan
Peristiwa Roni di SMP Negeri 1 Prabumulih memberi pelajaran luas bagi dunia pendidikan. Pertama, kepala sekolah adalah figur sentral dalam membangun budaya sekolah. Kedua, integritas pendidik memerlukan keberanian menghadapi tekanan sosial. Ketiga, siswa tidak hanya butuh ilmu, tetapi juga contoh nyata keberanian dan kebaikan.
Dalam konteks lebih besar, kembalinya Roni adalah cermin betapa publik mendambakan figur pendidik yang jujur dan konsisten. Sosok yang lebih memilih menegakkan aturan daripada tunduk pada kepentingan sesaat.
Pendidikan Karakter yang Hidup
Sambutan siswa yang spontan dan penuh kasih membuktikan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter telah hidup di sekolah ini. Mereka tidak sekadar belajar matematika atau bahasa Indonesia, tetapi juga belajar mencintai dan menghargai guru.
“Pak Roni sudah seperti ayah kami,” kata salah satu siswa kelas VIII. “Kami belajar berani jujur dari beliau.”
Seorang guru menambahkan, “Beliau tidak hanya mendisiplinkan siswa, tapi juga mendidik kami para guru untuk berani berpendapat dan bersikap profesional.”
Momentum untuk Bangkit
Kini, SMP Negeri 1 Prabumulih punya momentum besar: membangun kembali kepercayaan publik, menguatkan program pendidikan, dan memperkokoh nilai-nilai moral di sekolah. Kejadian ini juga membuka ruang diskusi di level pemerintah daerah tentang pentingnya melindungi independensi tenaga pendidik dari intervensi eksternal.
Roni bukan sekadar kepala sekolah yang kembali dari mutasi. Ia simbol harapan bahwa pendidikan kita masih punya figur teladan. Ia seperti membisikkan pesan Nabi Muhammad SAW tentang guru: bahwa sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat dan keteladanan.
Sambutan sukacita
Pagi yang penuh warna di SMP Negeri 1 Prabumulih itu akan diingat sebagai salah satu babak penting perjalanan pendidikan di kota ini. Sambutan sukacita para siswa dan guru bukan sekadar emosional. Itu adalah bentuk penghormatan pada keteladanan seorang pendidik.
Kisah Pak Roni mengingatkan kita semua bahwa sekolah adalah tempat lahirnya nilai, bukan hanya tempat menghafal rumus. Bahwa guru sejati bukan hanya pengajar, tapi juga pembentuk karakter dan penjaga integritas. Dan bahwa di tengah dunia yang berubah cepat, kita masih punya ruang untuk memuliakan sosok yang berjalan dengan prinsip.
TEKS : AHAMD MAULANA | EDITOR : IMRON SUPRIYADI