Jemaah Masjid Al-Ikhlas Diminta Buka Mulut Tiga Jari, Mengapa?

Temu Perdana Sekolah Khatib dan Imam di Masjid Al-Ikhlas Desa Lingga Tanjung Enim

AGAMA, Islam34 Dilihat

Lingga, Muara Enim | KabarSriwijaya.NET — Malam itu suasana Masjid Al-Ikhlas Desa Lingga agak berbeda. Deretan jemaah laki-laki duduk bersila, menutup mata, menarik napas dalam-dalam. Dari depan, Imron Supriyadi—yang dikenal sebagai pelatih teater sekaligus Kepala Program Sekolah Khatib dan Imam (SKIM) Ponpes Laa Roiba Muaraenim—memberi instruksi bak sutradara di panggung latihan.

“Bedakan napas dada dan napas perut,” ujarnya lembut. Sejurus kemudian udara dihirup, perut mengembang, paru-paru bawah terisi penuh. Bagi Imron, latihan ini bukan gaya-gayaan. “Ini fondasi olah vokal calon khatib dan imam,” katanya.

Napas Perut: Fondasi Suara yang Tenang

Imron menjelaskan teknik abdominal breathing yang lazim dipakai aktor teater: udara ditarik lewat hidung, perut mengembang, ditahan sejenak, lalu dihembuskan perlahan melalui mulut. “Udara lebih banyak, suara lebih stabil, dan emosi jadi lebih tenang,” paparnya.

BACA ARTIKEL TERKAIT :

Ia menyandingkan teknik ini dengan tugas khatib dan imam: mampu berbicara 30–60 menit tanpa ngos-ngosan, menjaga intonasi, dan memproyeksikan suara sampai saf belakang meski tanpa mikrofon. “Ini bukan hanya soal kuat napas, tetapi juga soal menjaga martabat mimbar,” tambahnya.

FOTO : Suasana Temu Perdana dalam Sekolah Khatib dan Imam di Masjid Al-Ikhlas Desa Lingga, Tanjung Enim. Tanpka Ustadz Ariel dan Ustadz Imron Supriyadi sedang memberi materi. (Foto.Dok.SKIM Laa Roiba)

Makharijul Huruf: Amanah Bacaan yang Murni

Sesi kedua malam itu diambil alih Ustadz Ariel Pratama, mahasiswa STIT Al-Qur’an Al Ittifaqiah. Dengan suara teduh ia mengutip Al-Muzzammil ayat 4: Wa rattīlil-qur’āna tartīlā (Dan bacalah Al-Qur’an dengan tartil).

Data : Litbang KabarSriwijaya.NET/Diolah dari SKIM Laa Roiba

“Tartil artinya membaca sesuai tajwid—panjang-pendek, sifat, dan makhraj huruf. Imam dan khatib adalah teladan. Bacaan mereka akan ditiru jamaah. Salah makhraj berarti menulari kesalahan itu,” tegasnya.

Di depan peserta, Ustadz Ariel menguraikan huruf-huruf halqiyah (tenggorokan): dari pangkal (ء, هـ), tengah (ع, ح), hingga ujung (غ, خ). Ia bahkan mengingatkan posisi lidah, getaran pita suara, dan arah napas. “Menguasai makhraj adalah amanah menjaga kemurnian bacaan,” katanya.

Buka Mulut Tiga Jari: Rahasia Artikulasi Jelas

Latihan malam itu diakhiri dengan praktik unik. Setiap peserta diminta membaca huruf dengan membuka mulut selebar tiga jari ketika fathah, menyunggingkan senyum saat kasrah, dan memonyongkan bibir saat dhomah. “Ini cara paling sederhana memperjelas artikulasi,” terang Ustadz Ariel sambil memberi contoh satu per satu.

Kata “buka mulut tiga jari” pun jadi bahan pembicaraan jamaah usai pelatihan. Ada yang mengira hanya gaya, ada pula yang merasa seperti aktor panggung. Namun bagi para peserta SKIM, latihan ini membuka wawasan baru: ternyata antara olah vokal teater dan ketepatan membaca Al-Qur’an bisa saling menopang.

Mencetak Imam dan Khatib yang Andal

Menjelang pukul 21.00 WIB, suasana Masjid Al-Ikhlas kembali hening. Para peserta pulang membawa catatan. Beberapa sembari berjalan keluar masjid masih berlatih napas perut. Pelatihan ini akan berlanjut hingga awal Oktober 2025.

SKIM Laa Roiba berharap dari Desa Lingga lahir imam dan khatib yang bukan saja lantang suaranya, tetapi juga tartil bacaannya, tenang emosinya, dan cakap berbicara di depan jamaah. “Buka mulut tiga jari hanyalah simbol. Hakikatnya adalah membuka diri untuk belajar,” ujar Imron menutup malam itu.

TEKS : TIM REDAKSI LAA ROIBA TV   |  FOTO : DOK. SKIM LAA ROIBA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *