Menjaga Kedamaian di Bumi Sriwijaya

Refleksi atas Maklumat Bersama Majelis Agama di Kemenag Provinsi Sumsel

Oleh : Dr. H. Syafitri Irwan, S. Ag, M.Si (Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Sumatera Selatan)

Dalam sejarah panjang bangsa Indonesia, kerukunan umat beragama bukanlah sekadar slogan, melainkan fondasi yang menopang keberlangsungan negara-bangsa ini.

Para pendiri republik menyadari betul bahwa keberagaman agama, suku, bahasa, dan budaya adalah anugerah sekaligus tantangan. Maka, lahirlah Pancasila sebagai titik temu, jalan tengah, dan konsensus luhur yang menyatukan semua golongan.

Di Sumatera Selatan—Bumi Sriwijaya yang bersejarah—kerukunan antarumat beragama telah lama menjadi tradisi hidup yang mengakar.

Dari zaman Sriwijaya sebagai pusat peradaban Buddhis di Asia Tenggara, masa Kesultanan Palembang Darussalam yang islami, hingga zaman kolonial dan kemerdekaan, masyarakat Sumsel terbiasa hidup berdampingan dalam perbedaan. Masjid, gereja, vihara, dan pura tumbuh berdampingan, menjadi simbol kebersamaan yang sudah melekat dalam denyut nadi rakyatnya.

BACA ARTIKEL TERKAIT : Maklumat Damai dari Bumi Sriwijaya : Hargai Demokrasi dengan Tetap Bersatu Padu

Namun, sejarah juga mengajarkan kita bahwa kerukunan tidak datang dengan sendirinya. Ia harus dirawat, dipelihara, dan dibela. Gejolak sosial-politik, pertarungan kepentingan, serta derasnya arus informasi global bisa sewaktu-waktu menggoyahkan harmoni yang sudah terbina.

Karena itu, Kanwil Kementerian Agama Sumsel bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan seluruh majelis agama di Sumatera Selatan memandang perlu adanya Maklumat Bersama, sebagai penegasan komitmen moral dan spiritual untuk menjaga kedamaian di tengah masyarakat.

Kerukunan sebagai Pilar Demokrasi

Perlu dipahami bahwa demokrasi bukan hanya soal pemilu, perhitungan suara, atau pergantian kekuasaan. Demokrasi yang sehat mensyaratkan adanya ketertiban, kedamaian, dan rasa saling menghargai di antara sesama warga negara. Tanpa itu semua, demokrasi justru bisa berubah menjadi anarki.

Dalam konteks ini, kerukunan antarumat beragama berfungsi sebagai pilar demokrasi. Masyarakat yang rukun akan mampu menyampaikan aspirasi secara damai, menyalurkan perbedaan pendapat melalui jalur konstitusional, dan menolak segala bentuk kekerasan. Dengan kata lain, menjaga kerukunan sama artinya dengan menjaga keberlangsungan demokrasi itu sendiri.

Maklumat Bersama yang kami deklarasikan bukanlah sekadar dokumen administratif. Ia adalah pernyataan moral, sebuah seruan bersama agar masyarakat Sumsel tidak mudah terprovokasi oleh isu-isu yang menyesatkan. Kita perlu waspada terhadap fitnah, ujaran kebencian, dan hoaks yang kerap beredar di media sosial. Karena dari situlah, bibit konflik seringkali tumbuh dan berkembang.

Enam Komitmen Bersama

Dalam Maklumat Bersama itu, terdapat enam komitmen yang kami sepakati. Pertama, mengajak seluruh umat beragama memperkuat semangat toleransi. Toleransi bukan berarti meleburkan keyakinan, melainkan menghormati perbedaan sembari teguh dalam iman masing-masing.

Kedua, menjaga keamanan dan ketertiban. Ini berarti setiap aspirasi harus disampaikan dalam koridor hukum. Demonstrasi, misalnya, boleh saja dilakukan, tetapi harus damai dan tidak merusak fasilitas umum.

Ketiga, menolak kekerasan dan perusakan. Kita harus belajar dari pengalaman negara-negara lain, di mana konflik kecil bisa berkembang menjadi perang saudara hanya karena masyarakatnya gagal menahan diri.

Keempat, mendorong dialog dan musyawarah. Persoalan apa pun bisa diselesaikan dengan kepala dingin. Dialog adalah jalan peradaban; kekerasan adalah jalan kebiadaban.

Kelima, mengajak semua pihak untuk bertanggung jawab. Kerukunan bukan hanya tugas pemerintah atau tokoh agama, tetapi juga tanggung jawab orang tua, pemuda, mahasiswa, dan seluruh elemen masyarakat.

Keenam, menjaga kondusivitas. Orang tua perlu mengawasi anak-anaknya, agar tidak terjebak dalam pergaulan malam yang berpotensi melahirkan masalah sosial.

Spirit Bumi Sriwijaya

Mengapa Sumatera Selatan disebut Bumi Sriwijaya? Karena pada masa lalu, wilayah ini menjadi pusat kejayaan yang bukan hanya berpengaruh di nusantara, melainkan juga di kawasan Asia Tenggara. Sriwijaya menjadi besar karena mampu membangun jaringan perdagangan, diplomasi, dan toleransi antarbangsa.

Semangat itu patut kita warisi. Dalam konteks kekinian, semangat Sriwijaya harus kita terjemahkan sebagai kemampuan menjaga harmoni, membangun kerja sama lintas iman, serta mengedepankan kebersamaan di atas perbedaan.

Tantangan Zaman Digital

Salah satu tantangan terbesar kita saat ini adalah derasnya arus informasi di era digital. Internet dan media sosial memang membawa manfaat, tetapi juga menyimpan bahaya. Informasi palsu dapat dengan cepat menyebar, membakar emosi masyarakat, bahkan menimbulkan konflik horizontal.

Disinilah pentingnya literasi digital. Masyarakat harus bijak memilah informasi, tidak mudah percaya, dan selalu melakukan tabayun (klarifikasi). Dalam Islam, tabayun adalah perintah agama; dalam konteks kebangsaan, tabayun adalah bagian dari etika demokrasi.

Peran Agama dalam Membangun Bangsa

Agama, apa pun bentuknya, selalu mengajarkan kebaikan. Tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Namun, sering kali teks-teks keagamaan dipelintir untuk kepentingan politik sempit. Disinilah peran para pemimpin agama diuji: apakah mereka akan menggunakan otoritas spiritualnya untuk membela kepentingan golongan, ataukah untuk memperkokoh persatuan bangsa?

Saya percaya bahwa seluruh pemimpin agama di Sumatera Selatan memiliki komitmen yang sama: menjadikan agama sebagai sumber kedamaian, bukan sumber konflik. Karena itulah mereka hadir dan menandatangani Maklumat Bersama ini.

Jalan Panjang Kerukunan

Kerukunan tidak bisa dibangun dalam sehari. Ia adalah proses panjang, hasil dari pendidikan, pembiasaan, dan keteladanan. Maka, saya mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk menanamkan nilai-nilai toleransi sejak dini. Di sekolah, di rumah, di tempat ibadah, bahkan di ruang publik.

Kerukunan bukan berarti tanpa perbedaan, melainkan kemampuan mengelola perbedaan menjadi kekuatan. Ibarat pelangi, keindahannya justru lahir dari keberagaman warna.

Implementasi di lapangan

Maklumat Bersama yang kami deklarasikan hanyalah langkah awal. Yang terpenting adalah implementasi di lapangan: bagaimana setiap tokoh agama, tokoh masyarakat, hingga orang tua di rumah benar-benar menjadikan komitmen ini sebagai pedoman hidup.

Sumatera Selatan adalah daerah yang dikenal ramah, teduh, dan religius. Mari kita jaga reputasi itu. Jangan biarkan provokasi memecah belah kita. Jangan biarkan kepentingan sesaat merusak persaudaraan yang sudah lama terjalin.

Sebagai Kepala Kanwil Kemenag Sumsel, saya menegaskan bahwa kerukunan bukan pilihan, melainkan keharusan. Karena hanya dengan kerukunanlah, Bumi Sriwijaya akan terus diberkahi kedamaian, kesejahteraan, dan kejayaan.**

Palembang, dini hari 01.00 WIB, 02 September 2025

Tabel : Sumber Humas Kemenang Sumsel (diolah Litbang KabarSriwjaya.NET)
Tabel : Sumber Humas Kemenang Sumsel (diolah Litbang KabarSriwjaya.NET)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *