PALEMBANG | KabarSriwijaya.NET – Di tengah teriknya matahari akhir Agustus, lapangan mini soccer di sudut Palembang riuh oleh teriakan anak-anak berseragam olahraga. Ada yang melompat kegirangan usai mencetak gol, ada pula yang terdiam sesaat karena bola meleset tipis dari gawang. Namun tak ada wajah murung berkepanjangan. Begitu peluit ditiup, mereka kembali berlari, mengejar bola seakan dunia hanya berputar di rumput hijau itu.
Inilah atmosfer Kadisdik Cup 2025, turnamen mini soccer yang digelar Dinas Pendidikan Kota Palembang pada 25–28 Agustus 2025. Tahun ini, sebanyak 69 sekolah dasar, negeri maupun swasta, ambil bagian. Jumlah itu membuat ajang ini terasa lebih dari sekadar kompetisi olahraga: sebuah pesta kecil bagi siswa-siswa SD, sekaligus ruang silaturahmi antar sekolah.
“Anak-anak tidak hanya berprestasi di dalam kelas, tapi juga harus punya ruang untuk mengasah diri di luar kelas,” ujar Adrianus Amri, Kepala Dinas Pendidikan Kota Palembang, saat ditemui di sela pembukaan. Menurutnya, olahraga seperti mini soccer bukan hanya soal adu keterampilan fisik. Di dalamnya ada pelajaran berharga tentang kerja sama, kepatuhan pada aturan, hingga menghormati pelatih dan guru.
Redaksi KabarSriwijaya.NET mencatat, sejak pagi hari tribun lapangan sudah dipenuhi sorak-sorai orang tua, guru, dan siswa yang datang mendukung. Sebagian membawa spanduk bertuliskan nama sekolah, sebagian lain hanya bersorak sekuatnya tiap kali anak-anak mereka menggiring bola. Ada aroma gorengan dan es teh manis yang dijajakan pedagang di tepi lapangan—membuat suasana lebih mirip festival rakyat daripada sebuah kompetisi resmi.
Bagi Rizky Muhendry, Ketua Pelaksana, semangat itulah yang menjadi tujuan utama. “Kadisdik Cup bukan cuma lomba rebutan piala. Ini wadah silaturahmi. Anak-anak bisa saling kenal, sekolah pun bisa menjalin hubungan yang lebih baik,” katanya.
Namun bukan berarti turnamen ini tanpa gengsi. Piala Bergilir Kadisdik Cup tetap jadi rebutan. Setiap tim tampil serius, dengan strategi yang disusun guru olahraga. Ada sekolah yang datang dengan tim lengkap, pemain cadangan, bahkan pelatih khusus. Ada pula yang tampil sederhana, hanya mengandalkan kekompakan anak-anak yang saban sore biasa bermain bola di halaman sekolah.
Di balik pertandingan, ajang ini membawa pesan yang lebih besar: pembentukan karakter sejak dini. Adrianus Amri menekankan bahwa olahraga dapat membentuk mental juara, disiplin, dan daya juang. Nilai-nilai itu, katanya, kelak menjadi bekal saat anak-anak melangkah ke jenjang SMP dan kehidupan yang lebih luas.
Bagi sebagian siswa, ini mungkin pengalaman pertama mereka merasakan atmosfer kompetisi resmi. Ada rasa gugup, ada pula euforia ketika nama sekolah disebut lewat pengeras suara. Tapi di situlah letak pendidikan non-akademik: mengajarkan anak-anak untuk berani tampil, menerima kemenangan maupun kekalahan dengan lapang dada.
Dinas Pendidikan berencana menjadikan Kadisdik Cup sebagai agenda tahunan. Dengan begitu, setiap tahun Palembang akan punya panggung kecil tempat anak-anak mengasah bakat dan sportivitas. Siapa tahu, dari lapangan mini soccer ini kelak lahir talenta yang bisa mengharumkan nama Palembang, bahkan Indonesia.
Untuk saat ini, mereka hanya anak-anak yang berlari di bawah terik matahari, berteriak kegirangan, dan belajar arti kerja sama. Namun di mata guru dan orang tua, itulah momen ketika pendidikan menemukan bentuknya yang paling sederhana: anak-anak belajar, bermain, dan bertumbuh bersama.
TEKS / FOTO : YULIE AFRIANI | EDITOR : IMRON SUPRIYADI