Menanam Harapan di Ujung Muara Sungsang

SKK Migas mencoba memastikan kegiatan ini tidak berhenti pada pencitraan.

Pagi itu, Selasa 19 Agustus 2025, lantai lima Gedung Bank Sumsel Babel di Palembang tak seperti biasanya. Puluhan wartawan bergegas dengan rompi, topi, dan sepatu boot—atribut yang lebih mirip seragam relawan bencana ketimbang liputan ekonomi.

Mereka bukan hendak mengejar berita panas, melainkan bersiap menuju pesisir Sungsang IV, Banyuasin. Di ujung muara itu, para jurnalis ingin menanam sesuatu yang lebih panjang usianya ketimbang sebuah artikel: mangrove.

Sebanyak 80 jurnalis dari berbagai media, lokal hingga nasional, bergabung dalam Field Trip Forum Jurnalis Migas (FJM) 2025. Acara ini digelar SKK Migas–Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Sumbagsel bersama Forum Jurnalis Migas Sumsel.

Tidak hanya pewarta, perusahaan-perusahaan migas yang beroperasi di Sumsel juga mengirim staf humas mereka. Rombongan besar ini menjelma semacam kafilah kebersamaan yang jarang terjadi dalam ekosistem pers: kompetisi berita diganti kolaborasi di tanah berlumpur.

“Alhamdulillah, kita bisa sampai di Sungsang. Semoga kolaborasi ini membawa manfaat bagi lingkungan maupun masyarakat,” ujar Ketua FJM Sumsel, Ocktap Riady, membuka perjalanan dengan nada lega.

Tarian Burung di Muara

Rombongan disambut bukan dengan karpet merah, melainkan tarian burung migran yang beterbangan di langit Sungsang. Kawasan ini memang dikenal sebagai salah satu sentra ekowisata Sumatera Selatan. Hutan mangrove yang lebat, ikan melimpah, dan burung-burung yang singgah dalam perjalanan ribuan kilometer menjadi identitas wilayah di muara Sungai Musi itu.

Camat Banyuasin II, Salinan, menyebut kedatangan para jurnalis sebagai “momen luar biasa” untuk memperkenalkan Sungsang. Sementara Kepala Desa Sungsang IV, Romi Hardiansyah, bicara lebih lugas. “Sebagian besar masyarakat di sini hidup sebagai nelayan. Mangrove adalah pelindung ekosistem kami,” katanya, sambil menegaskan bahwa program penanaman ini lebih dari sekadar acara seremonial.

Sepatu Tenggelam, Harapan Tumbuh

Begitu tiba di lokasi, sepatu para wartawan segera tenggelam di lumpur. Namun tak satu pun keberatan. Satu per satu bibit mangrove ditancapkan ke tanah basah. Tak ada perbedaan antara reporter senior atau junior, antara media besar atau kecil: semua tangan kotor oleh lumpur yang sama.

“Kenapa mangrove? Karena ia juara dalam menyerap karbon, dan mampu melindungi kawasan pesisir,” jelas Hirmawan Eko, Manager Field Community & CID Medco. Ia menambahkan, Sungsang dipilih karena wilayahnya luas, punya lembaga pengelola, sekaligus jadi pintu masuk pemberdayaan masyarakat.

Bukan Sekadar Simbolis

SKK Migas mencoba memastikan kegiatan ini tidak berhenti pada pencitraan. “Rekan jurnalis bukan hanya mitra, tapi bagian penting dari hulu migas dan masyarakat. Melalui pemberitaan positif, kontribusi ini nyata untuk bangsa,” kata Syafei Syafri, Kepala Departemen Formalitas dan Komunikasi SKK Migas Sumbagsel.

Di belakang panggung acara, hadir pula perwakilan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah III Palembang–Banyuasin. Kehadiran mereka menegaskan dukungan pemerintah bahwa pelestarian pesisir bukan hanya urusan jurnalis atau korporasi migas, melainkan kerja bersama.

Jejak di Pesisir

Hari itu, Sungsang tidak hanya mendapat kunjungan puluhan wartawan. Ia juga menerima ratusan bibit mangrove yang kelak tumbuh menjadi benteng hidup dari abrasi laut. Barangkali lima atau sepuluh tahun lagi, para wartawan itu sudah berpindah meja redaksi atau bahkan meninggalkan dunia pers. Namun pohon-pohon yang mereka tanam akan terus berakar, menyerap karbon, melindungi nelayan, sekaligus menjadi jejak sunyi dari sebuah perjalanan singkat.

Seperti diucapkan Syafei Syafri sebelum rombongan kembali ke Palembang: “Sungsang ini paru-paru dunia. Penanaman mangrove bukan hanya untuk hari ini, tapi untuk masa depan masyarakat dan lingkungan.”

Di balik rivalitas mencari berita, para wartawan hari itu membuktikan satu hal: bahwa pena dan lumpur bisa bertemu di satu titik—membela alam.

TEKS : YULIE AFRIANI  | EDITOR : IMRON SUPRIYADI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *