Di sebuah rumah sederhana di pinggiran Jakarta, Siti—ibu dua anak—mulai resah. Putra bungsunya, Farel, 6 tahun, mengeluh gatal di bagian belakang tubuhnya setiap malam. Awalnya ia mengira itu hanya biang keringat atau alergi makanan. Namun suatu malam, ketika memeriksa, ia melihat benang putih kecil bergerak di sekitar anus sang anak. “Saya kaget sekali,” kata Siti. “Ternyata itu cacing.”
Fenomena seperti yang dialami Siti bukanlah kasus langka. Cacing kremi (Enterobius vermicularis) adalah parasit usus yang penularannya sangat cepat, terutama di kalangan anak-anak. Meski berukuran hanya sekitar 2–13 milimeter, dampaknya bisa mengganggu tidur, konsentrasi belajar, bahkan memicu infeksi di organ lain jika diabaikan.
Menurut dr. Kevin Adrian, dokter umum yang sering menangani kasus ini, cacing kremi menular melalui telur yang tidak kasat mata. “Telurnya bisa bertahan hidup di permukaan benda selama dua hingga tiga minggu. Anak cukup menyentuh mainan, menggaruk anus, lalu makan tanpa cuci tangan—maka siklusnya akan berulang,” ujarnya.
Fakta-fakta yang Jarang Disadari
Riset medis mencatat ada setidaknya sembilan jalur dan situasi yang membuat penularan cacing kremi sulit dibendung, terutama di rumah tangga yang punya balita atau anak usia sekolah:
-
Gatal di malam hari
Cacing kremi dewasa bermigrasi keluar dari usus untuk bertelur di sekitar anus, biasanya saat malam. Aktivitas ini memicu rasa gatal luar biasa. Pada sebagian anak, bisa muncul ruam merah atau iritasi kulit. -
Sprei sebagai markas telur
Kain tempat tidur adalah “rumah singgah” favorit cacing kremi. Telurnya tahan hidup hingga tiga minggu di sprei yang tidak diganti. Cuci dengan air panas dan jemur di bawah matahari adalah langkah paling sederhana namun efektif. -
Kuku panjang, surga cacing
Banyak orang tua tak sadar bahwa kuku anak yang panjang adalah tempat persembunyian telur cacing. Kebiasaan menggigit kuku menjadi jalan pintas telur menuju mulut. -
Handuk dan pakaian bersama
Berbagi handuk atau celana dalam adalah salah satu cara tercepat menularkan infeksi. -
Berenang bukan masalah utama
Meski air kolam bisa terkontaminasi, klorin biasanya melumpuhkan sebagian besar telur cacing. Risiko dari berenang relatif rendah dibanding kontak langsung. -
Bukan dari hewan
Tidak seperti cacing gelang atau cacing pita, cacing kremi hanya hidup dalam tubuh manusia. Hewan peliharaan tidak menjadi perantara. -
Mampu menjelajah organ lain
Pada anak perempuan, telur cacing bisa masuk ke vagina bahkan rahim, memicu radang atau keputihan abnormal. -
Anak usia sekolah paling rentan
Anak 5–10 tahun yang aktif bersosialisasi, terutama di penitipan anak atau sekolah dengan sanitasi buruk, menjadi kelompok risiko tertinggi. -
Mandi bersama, risiko meningkat
Berbagi bak mandi atau air yang terkontaminasi memudahkan telur berpindah dari satu anak ke anak lain.
Mengapa Begitu Sulit Diberantas?
Bukan karena obatnya tak ada—pengobatan cukup dengan obat cacing dosis tunggal yang tersedia bebas, lalu diulang dua minggu kemudian. Tantangannya ada pada siklus penularan di rumah. “Kalau satu anak terinfeksi, hampir pasti ada anggota keluarga lain yang ikut kena. Semua harus diobati bersamaan,” kata dr. Kevin.
BACA ARTIKEL LAINNYA : Mengenal Cacing Kremi: Penyebab dan Cara Mengobati
Selain itu, telur cacing kremi sangat ringan. Ia bisa beterbangan di udara ketika sprei atau pakaian kotor diguncang, lalu terhirup tanpa sadar. Itulah mengapa dokter menganjurkan mencuci tangan sesering mungkin, mengganti celana dalam setiap hari, serta memastikan rumah mendapat sinar matahari cukup.
Pencegahan, Lebih Murah dari Pengobatan
Ahli parasitologi Universitas Indonesia mencatat, infeksi cacing kremi tidak menimbulkan kematian, tapi dapat menurunkan kualitas hidup anak—gangguan tidur, sulit fokus belajar, hingga iritasi kulit kronis. “Kuncinya adalah edukasi kebersihan,” ujar dr. Kevin.
Mencuci tangan sebelum makan, memotong kuku pendek, mengganti sprei dan handuk secara rutin, serta menghindari kebiasaan berbagi pakaian menjadi langkah dasar. Jika gejala seperti gatal malam hari muncul, sebaiknya segera periksakan ke fasilitas kesehatan.
Bagi Siti, pengalaman ini menjadi pelajaran. “Sekarang saya rajin jemur sprei, potong kuku anak, dan biasakan cuci tangan. Saya nggak mau kejadian ini terulang,” katanya.
Di tengah gempuran isu kesehatan yang lebih besar, cacing kremi mungkin terlihat sepele. Namun, seperti pepatah lama, bahaya besar kerap dimulai dari yang kecil—termasuk seekor parasit sepanjang sebutir beras yang bisa membuat satu rumah tak tidur nyenyak.
TEKS : DIOLAH DARI BERBAGAI SUMBER | EDITOR : IMRON SUPRIYADI










