Seniman di Muaraenim Bicara : Saatnya Pesantren Jadi Pusat Gerakan Seni Islam, Fadlizon Pimpin HSBI

Seniman di Sumsel Sambut Kepemimpinan Fadli Zon di Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI)

Muara Enim | KabarSriwijaya.NET — Politisi dan Menyteri Kebudayaan RI, Dr. H. Fadli Zon, S.S., M.Sc. resmi memimpin Himpunan Seni Budaya Islam (HSBI) untuk periode 2024–2029.

Kepengurusan baru ini diumumkan pekan lalu (September 2025) di Jakarta dan menampilkan deretan tokoh publik, seniman, serta budayawan ternama lintas bidang.

Imron Supriyadi, Pengasuh Teater Batu Hitam Ponpes Laa Roiba Muaraenim

HSBI yang berpusat di Jakarta ini menaungi lebih dari 20 bidang seni—mulai dari sastra, musik, film, seni rupa, tari, teater, fashion, komedi, hingga seni dakwah.

Dalam struktur barunya, Fadli Zon didampingi Sekretaris Jenderal M.D. Abrory Djabbar, S.H. dan Bendahara Umum H.M. Asrian Mirza, M.Si..

Nama-nama besar seperti Adi Bing Slamet, Ahmad Dhani, Fauzi Baadilla, Helvy Tiana Rosa, dan Derry Sulaiman turut menghiasi jajaran pengurus nasional HSBI.

Sastrawan senior LK Ara menilai kepemimpinan Fadli Zon membawa harapan baru bagi penguatan seni Islam di Indonesia.

“Saya optimistis di bawah kepemimpinan Fadli Zon, HSBI akan semakin kuat mengangkat seni budaya Islam ke panggung nasional bahkan internasional,” ujarnya.

Menurut LK Ara, HSBI perlu menjadi rumah bersama bagi para pelaku seni di daerah.

“Seni budaya Islam itu kaya sekali. Ada pantun, syair, nasyid, kaligrafi, teater rakyat, dan banyak lagi. Semua ini harus dilestarikan, tapi juga dikembangkan sesuai zaman,” tambahnya.

Suara dari Daerah: Dorong HSBI Sentuh Pesantren

Di Sumatera Selatan, para pelaku seni menyambut positif langkah Fadli Zon dalam merevitalisasi HSBI. Mereka menilai kepemimpinan baru ini bisa menjadi momentum penting bagi kebangkitan seni Islam dari akar rumput.

Imron Supriyadi, pegiat Teater Batu Hitam Pondok Pesantren Laa Roiba Muara Enim, menyebut pesantren sebagai “tanah subur” bagi tumbuhnya seni Islam yang berkarakter.

“Potensinya luar biasa, tapi selama ini minim pembinaan dan ruang tampil. Banyak santri berbakat, tapi tidak punya pelatih atau kurikulum seni yang jelas. HSBI sebaiknya juga menyentuh pesantren sebagai basis seni Islam yang otentik,” ujarnya.

Abdul Madjid, Seniman Qasidah dan Kaligrafi Sanggar Tintta Kalam di Muaraenim

“Seni Islam adalah bahasa jiwa umat. Jangan biarkan ia hidup di pinggiran. Dengan dukungan HSBI dan keterlibatan pesantren, seni Islam bisa kembali menjadi cahaya yang menerangi budaya bangsa,” tutup Imron Supriyadi.

Senada dengan itu, Kiai Abdul Majid, praktisi kaligrafi dan Pimpinan Sanggar Tinta Kalam Tanjung Enim, menilai revitalisasi HSBI bisa menjadi wadah penyatu bagi seniman Islam dari berbagai latar belakang—akademisi, budayawan, dan komunitas pesantren.

“Seni Islam bukan hanya ritual, tapi juga ekspresi estetika dan spiritual yang membawa nilai rahmatan lil ‘alamin. Di pesantren justru nilai moral dan kemurnian seni itu tumbuh paling kuat,” katanya.

Sementara itu, Yosep Suterisno, seniman teater dan Ketua Forum Teater Sekolah Sumatera Selatan, menilai semangat Fadli Zon menghidupkan HSBI harus dibarengi implementasi yang konkret di lapangan.

“Kita sambut baik gagasan itu. Tapi jangan sampai HSBI hanya menjadi lembaga simbolik. Ia harus hidup di sekolah, di pesantren, di ruang teater kecil yang menjadi laboratorium moral anak muda muslim,” ujarnya.

Yosep Suterisno, SE, Praktis Teater, Ketua Forum Teater Sekolah Sumsel (FORTASS).
Yosep Suterisno, SE, Praktis Teater, Ketua Forum Teater Sekolah Sumsel (FORTASS).

Menurut Yosep, HSBI perlu membuka diri terhadap bentuk-bentuk ekspresi baru dalam seni dakwah, termasuk teater digital, film pendek, hingga karya kreatif berbasis pesantren.

“Seni Islam tidak boleh terjebak pada romantisme masa lalu. Ia harus bisa bicara dengan bahasa zaman tanpa kehilangan ruhnya,” tambahnya.

Dari Gagasan Menuju Gerakan

Menurut Yosep menegaskan, keberhasilan HSBI ke depan bergantung pada kemitraan lintas lembaga—antara kementerian, pesantren, sekolah, dan komunitas seni daerah.

“Kalau mau membangun karakter bangsa melalui seni Islam, HSBI harus hadir sebagai ruang kolaborasi, bukan birokrasi baru,” tegas Yosep, putra asal Muaraenim, Sumsel.

Para seniman yang responsif atas kepemimpinan baru di HSBI juga berharap, agar kepemimpinan Fadli Zon di HSBI tidak berhenti pada gagasan, melainkan diwujudkan melalui program nyata seperti:

Pertama: pelatihan pelatih seni pesantren, kedua;  festival teater Islam antar pondok pesantren daerah, dan ketiga; beasiswa karya bagi seniman muda muslim.**

TEKS : AHMAD MAULANA   |  EDITOR : T PAMUNGKAS | FOTO : NET

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *