OKI | KabarSriwijaya.NET — Awal Agustus itu, ruang pertemuan Sekretariat Daerah Kabupaten OKI dipenuhi wajah-wajah serius. Sekretaris Daerah, Asmar Wijaya, berdiri di podium dengan nada suara yang menekankan satu hal: kesehatan tidak bisa dipikul sendirian.
“Peningkatan kualitas layanan kesehatan tidak bisa dilakukan secara parsial. Harus ada kolaborasi konkret antara pemerintah daerah, fasilitas kesehatan, BPJS Kesehatan, dan pemangku kepentingan lainnya,” ujarnya.
Pernyataan itu mengawali Forum Kemitraan Pengelolaan Kerja Sama Fasilitas Kesehatan yang digelar BPJS Kesehatan Kantor Cabang Palembang bersama Pemkab OKI, Senin, (4/08/2025).
Forum yang dihadiri Dinas Kesehatan, perwakilan fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP), hingga jajaran BPJS Kesehatan ini bukan sekadar acara seremonial.
Ada denyut keresahan yang ingin dipecahkan: bagaimana meningkatkan mutu layanan kesehatan di kabupaten seluas hampir 19 ribu kilometer persegi itu.
Tantangan di Lapangan
Dalam forum, Dicky Permana Putra, Kepala Bagian Penjaminan Manfaat dan Utilisasi BPJS Kesehatan Palembang, mengurai problem klasik yang terus menghantui pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di OKI.
“Ketersediaan SDM dan fasilitas penunjang layanan masih menjadi tantangan terbesar,” katanya.
OKI memiliki 40 puskesmas dan puluhan klinik swasta yang menjadi ujung tombak layanan kesehatan dasar. Namun, distribusi tenaga medis kerap timpang.
Ada puskesmas di kecamatan padat penduduk dengan antrean pasien menumpuk, sementara di wilayah pelosok justru kekurangan dokter umum.
Forum menyepakati satu agenda mendesak: pemetaan kebutuhan secara menyeluruh. Tidak hanya jumlah tenaga medis, tetapi juga kualitas kompetensi, distribusi, hingga ketersediaan alat kesehatan dasar.
“Mapping kebutuhan harus segera disusun. Kita butuh data konkret dan akurat agar pengusulan penambahan SDM tepat sasaran,” tegas Dicky.
Jalan Menuju Solusi
Dinas Kesehatan OKI kemudian mengambil peran strategis. Mereka akan mengompilasi hasil pemetaan dari masing-masing FKTP dan menyampaikannya ke BKPSDM OKI.
Dari sanalah perencanaan penambahan tenaga medis dan sarana prasarana kesehatan bisa diproyeksikan dalam anggaran tahun berikutnya.
Model ini sesungguhnya bukan barang baru. Namun, forum kemitraan memberi energi berbeda: duduk bersama, mendengarkan keluhan, lalu mengunci kesepakatan untuk dijalankan bersama.
“Kita harus realistis. Layanan kesehatan bermutu hanya bisa lahir dari perencanaan yang matang dan kolaborasi lintas sektor,” kata seorang kepala puskesmas yang hadir dalam forum itu.
Harapan dan Kenyataan
Kabupaten OKI yang dikenal dengan julukan Bumi Bende Seguguk adalah kawasan dengan tantangan geografis khas: wilayah perairan luas, permukiman terpencar, dan akses transportasi terbatas. Kondisi ini membuat pelayanan kesehatan tak cukup hanya ditambah tenaga medis, tetapi juga butuh inovasi distribusi layanan.
BPJS Kesehatan bersama Pemkab OKI tampaknya menyadari betul kenyataan itu. Forum kemitraan kali ini, meski sederhana, menjadi simbol komitmen bersama. Ia adalah jembatan yang menghubungkan data di atas kertas dengan kenyataan di lapangan.
Apakah forum ini cukup untuk menjawab keresahan warga yang masih harus menempuh perjalanan berjam-jam hanya untuk mendapatkan layanan medis dasar?
Waktu yang akan menguji. Namun, satu hal pasti: tanpa sinergi, mimpi tentang layanan kesehatan yang inklusif dan berkeadilan hanya akan menjadi jargon.
TEKS : YULIE AFRIANI | EDITOR : IMRON SUPRIYADI









