Enam Kursi Kekuasaan: Siapa Berani Duduk di Sana?, PALI Buka Lelang Jabatan

Enam kursi Jabatan strategis di Pemkab PALI resmi dilelang

PALI | KabarSriwijaya.NET — Pemerintah Kabupaten PALI membuka lelang jabatan. Tapi ini bukan sekadar lowongan birokrasi. Ini cermin tentang apa yang sedang dicari oleh sebuah daerah muda yang sedang gelisah: masa depan yang lebih jernih, atau sekadar pergantian nama di pintu kantor.

Di tengah kepulan debu proyek dan suara mesin pembangunan yang tak pernah benar-benar diam, Pemerintah Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) tiba-tiba melempar pengumuman yang tak biasa. Enam kursi Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT) Pratama — jabatan-jabatan strategis di pemerintahan daerah — resmi dilelang secara terbuka.

Pengumuman itu muncul seperti batu yang dijatuhkan ke telaga tenang birokrasi: riaknya meluas. Para Aparatur Sipil Negara (ASN), baik dari dalam maupun luar PALI, mulai menakar peluang. Sementara itu, rakyat yang sehari-hari antre di puskesmas, mengurus KTP, atau menunggu kepastian soal jalan desa mereka, hanya bisa bertanya: apa artinya semua ini untuk kami?

Sebuah Kabupaten Muda yang Gelisah
PALI bukan kota tua. Ia lahir dari pemekaran. Ia muda, dinamis, dan kadang belum sepenuhnya mapan. Struktur pemerintahannya masih tumbuh, kadang tertatih, kadang melesat.

Di balik papan-papan nama kantor pemerintahan yang tampak baru, ada sistem yang sedang diuji: apakah birokrasi di sini akan tumbuh sebagai mesin pelayanan publik yang beradab, atau sekadar mesin kekuasaan yang ganti oli setiap lima tahun?

Seleksi enam jabatan eselon II ini tampaknya bukan sekadar urusan administratif. Ini adalah teater kekuasaan versi PALI. Ada naskah yang belum rampung, ada aktor yang belum tampil, dan ada penonton — rakyat — yang terus menunggu akhir ceritanya.

Dibuka untuk Semua, Tapi Siapa yang Masuk?
“Seleksi ini terbuka untuk seluruh ASN dari mana pun,” ujar H. Imansyah, Pelaksana Tugas Kepala BKPSDM PALI, sambil mengulang frasa yang sudah terlalu sering kita dengar: “Kami ingin pemimpin birokrasi yang profesional, berintegritas, dan mampu menjawab tantangan zaman.”

Frasa yang bagus. Tapi publik tentu bertanya lebih jauh:
  • Apakah proses ini akan benar-benar bersih?
  • Akankah ada kejutan dari luar?
  • Atau tetap saja, nama-nama lama dengan koneksi lama yang akan kembali duduk di meja yang sama?
Enam Kursi, Enam Urat Nadi Daerah
Lelang jabatan kali ini membuka enam posisi strategis:
  • Kepala BKPSDM — tempat semua pegawai bermuara.
  • Kepala Bappeda — otak pembangunan.
  • Kepala Dinas Kesehatan — wajah pelayanan publik yang paling sensitif.
  • Kepala Dinas Lingkungan Hidup — jantung hijau yang kian sesak oleh industri.
  • Kepala Kesbangpol — urusan harmoni dan konflik sosial.
  • Kepala DPPKBPPPA — urusan perempuan, anak, dan ledakan penduduk.

Siapa pun yang duduk di sana, akan berhadapan langsung dengan kehidupan warga. Mereka bukan sekadar pengambil keputusan, tapi penentu arah — apakah PALI akan menjadi daerah yang sehat, inklusif, atau justru masuk dalam daftar panjang kabupaten yang stagnan meski muda.

Panggung Transparansi atau Panggung Formalitas?
Seluruh proses dilakukan melalui portal digital milik BKN dan BKPSDM. Terlihat modern. Terlihat transparan. Tapi sejarah birokrasi kita mengajarkan satu hal: transparansi di atas kertas tidak selalu berarti keterbukaan yang sejati.

Tahapan demi tahapan sudah disusun rapi:
  • Pendaftaran,
  • Seleksi administrasi,
  • Tes manajerial,
  • Karya tulis,
  • Wawancara,
  • Laporan akhir,
  • Hingga pelantikan.

Semua tersaji dalam kronologi yang meyakinkan. Tapi publik tetap bertanya: siapa di balik layar? Apakah benar tidak ada intervensi? Apakah semua peserta diberi peluang yang adil?

Antara Harapan dan Kecurigaan
PALI memang butuh pemimpin baru — bukan hanya di tingkat kepala dinas, tapi dalam cara berpikir. Karena terlalu banyak cerita tentang ASN yang hanya datang, duduk, dan menunggu gaji. Terlalu banyak catatan tentang proyek yang mangkrak, program yang tak menjamah kampung, atau warga yang merasa birokrasi adalah dinding, bukan jembatan.

Dan kini, ketika enam kursi itu dibuka, warga berharap lebih dari sekadar wajah baru. Mereka berharap pada etika baru, pada sistem yang tak lagi bermain mata.

Catatan Kecil di Tepi Lelang
Mungkin, seperti ditulis oleh Pramoedya, kekuasaan memang selalu menggoda untuk dimiliki. Tapi di balik setiap jabatan, ada amanah yang lebih berat dari sekadar tanda tangan surat.

Dan di PALI — kabupaten yang muda, dengan harapan yang masih segar — enam kursi itu adalah simbol. Simbol tentang apakah demokrasi dan meritokrasi bisa hidup di luar ibu kota, atau justru mati pelan-pelan di tangan sistem yang terlalu nyaman dengan status quo.

Karena pada akhirnya, jabatan bukan soal siapa yang duduk. Tapi soal siapa yang bekerja — dan siapa yang benar-benar berpihak kepada rakyat.

TEKS : ESSA  |  EDITOR : IMRON SUPRIYADI

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *