Transparansi Publik sebagai Jalan Peradaban : Komitmen Kemenag Sumsel Bersama Komisi Informasi

Sinergi Kemenag dan Komisi Informasi Sumsel, Wujudkan Badan Publik Informatif dan Cetak Duta Informasi

Oleh Dr. H. Syafitri Irwan, S.Ag., M.Pd.I, Kakanwil Kemenag Sumsel

Di era keterbukaan informasi saat ini, publik tidak lagi sekadar penonton kebijakan. Mereka adalah penilai, pengawas, bahkan mitra strategis. Dalam dunia yang serba terhubung, akses informasi yang transparan bukan hanya tuntutan hukum, melainkan kebutuhan peradaban.

Di sinilah saya, sebagai Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Sumatera Selatan, memandang pentingnya sinergi dengan Komisi Informasi Sumsel.

Ini bukan sekadar kerja sama antar-lembaga, melainkan langkah membangun ekosistem keterbukaan yang akan melahirkan generasi baru: generasi yang melek informasi dan berani bertindak.

Saya menulis opini ini bukan untuk sekadar menggugurkan kewajiban, tetapi untuk membagikan pandangan pribadi saya tentang arti keterbukaan publik. Pandangan ini lahir dari pengalaman lapangan, percakapan intens dengan para komisioner Komisi Informasi, dan juga perenungan saya atas perjalanan bangsa kita menuju tata kelola pemerintahan yang lebih demokratis.

Keterbukaan sebagai Pilar Reformasi Birokrasi

Sejak awal reformasi birokrasi digaungkan, pemerintah Indonesia sudah menempatkan keterbukaan informasi sebagai salah satu pilar penting. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah tonggak sejarah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa undang-undang saja tidak cukup. Diperlukan lembaga pengawal, pendamping, bahkan pendorong. Komisi Informasi hadir mengisi peran ini.

Kakanwil Kemenag Sumsel Dr H. Syafitri Irwan didampingi Kabag Tata Usaha H. Taufiq menerima kunjungan komisioner Komisi Informasi (KI) Sumsel di Ruang Rapat Kakanwil, Senin (15/09/2025) siang.

Di Sumatera Selatan, Komisi Informasi tidak hanya berfungsi sebagai “penjaga gawang” keterbukaan informasi, tetapi juga motor penggerak lahirnya budaya transparansi. Mereka memverifikasi ratusan badan publik, melakukan e-Monev (monitoring dan evaluasi elektronik), hingga visitasi lapangan. Langkah-langkah ini bukan sekadar prosedur administratif, melainkan pendidikan publik—pendidikan bagi lembaga pemerintah maupun masyarakat luas bahwa transparansi adalah hak sekaligus kewajiban.

Kemenag Sumsel melihat hal ini sebagai kesempatan emas. Dengan jaringan madrasah, kantor urusan agama, hingga lembaga pendidikan Islam yang tersebar di seluruh kabupaten/kota, kami merasa terpanggil untuk ikut serta.

BACA ARTIKEL TERKAIT :

Transparansi di tubuh Kemenag bukan hanya soal laporan anggaran atau program kerja, tetapi juga soal pelayanan publik: pernikahan, pendidikan, zakat, haji, dan seterusnya. Dengan ikut serta dalam program KI Sumsel, kami berharap pelayanan publik di sektor keagamaan semakin kredibel di mata masyarakat.

Mengapa Transparansi Penting bagi Kementerian Agama?

Sebagian orang mungkin berpikir bahwa keterbukaan informasi adalah urusan pemerintah pusat atau lembaga pengawas. Pandangan ini keliru. Bagi saya, keterbukaan informasi publik adalah bagian dari ajaran moral agama itu sendiri.

Islam, misalnya, mengajarkan kejujuran (shidq), amanah, dan keterbukaan dalam bermuamalah. Prinsip ini relevan di era sekarang: publik berhak tahu bagaimana dana negara dikelola, bagaimana kebijakan dibuat, dan bagaimana program dijalankan.

Kementerian Agama memiliki posisi unik. Kami bukan hanya lembaga administratif, tetapi juga simbol moral bagi masyarakat. Ketika kami membuka diri, menunjukkan transparansi, dan mendukung program Komisi Informasi, sesungguhnya kami sedang menghidupkan nilai-nilai agama yang kami ajarkan.

Program Gradasi: Investasi Sosial Jangka Panjang

Salah satu hal yang paling menarik dari kunjungan Komisi Informasi Sumsel ke kantor kami (Senin, 15/09/2025) siang, adalah program Gradasi—Generasi Muda Komisi Informasi. Program ini berupaya mencetak duta-duta informasi dari kalangan siswa Madrasah Aliyah. Saya langsung teringat pada gagasan “soft power” yang sering dibahas dalam hubungan internasional: kekuatan yang tidak memaksa, tetapi mempengaruhi melalui nilai, ide, dan budaya.

Program Gradasi ini adalah bentuk soft power dalam konteks keterbukaan publik. Dengan melibatkan anak-anak muda, Komisi Informasi menanamkan nilai transparansi sejak dini. Mereka bukan hanya tahu, tetapi juga peduli dan menggerakkan. Kemenag Sumsel mendukung penuh program ini. Kami percaya, kaderisasi generasi muda adalah investasi sosial jangka panjang yang dampaknya melampaui masa jabatan pejabat mana pun.

Bayangkan, beberapa tahun ke depan, ketika para alumni Gradasi ini memasuki dunia kerja atau menjadi pemimpin di masyarakat. Mereka sudah terbiasa dengan budaya transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi. Ini adalah modal besar bagi demokrasi lokal dan nasional.

Sinergi sebagai Model Kolaborasi Baru

Dalam banyak kasus, keterbukaan informasi sering kali berhenti pada tataran formalitas. Ada laporan yang dipublikasikan, ada website yang di-update, tetapi budaya transparansi belum betul-betul tumbuh. Karena itu, Kemenag Sumsel ingin menjadikan sinergi ini sebagai model kolaborasi baru.

Pertama, kami akan memastikan setiap unit kerja di lingkungan Kemenag Sumsel memahami prinsip keterbukaan informasi publik. Ini bukan pekerjaan instan, tetapi proses berkelanjutan. Kedua, kami akan memanfaatkan jaringan madrasah dan KUA sebagai kanal edukasi publik. Ketiga, kami siap mendukung Komisi Informasi dalam visitasi, verifikasi, maupun penilaian.

Kolaborasi ini bukan semata demi citra, tetapi demi perbaikan sistemik. Sebab, lembaga negara yang terbuka adalah lembaga yang dipercaya masyarakat. Dan kepercayaan adalah modal sosial yang tak ternilai.

Keterbukaan dan Revolusi Digital

Era digital memaksa kita semua untuk beradaptasi. Data tidak lagi bisa disembunyikan. Informasi mengalir lebih cepat daripada mekanisme birokrasi. Dalam situasi seperti ini, transparansi bukan ancaman, tetapi solusi.

Saya sering mengatakan kepada staf saya: “Kalau kita tidak membuka data, publik akan mencari dan menemukan sendiri, bahkan bisa memelintirnya.” Dengan transparansi, kita justru bisa mengarahkan narasi dan membangun kepercayaan.

KI Sumsel dengan e-Monev-nya adalah contoh bagaimana digitalisasi mempercepat proses pengawasan. Kemenag Sumsel melihat hal ini sebagai peluang untuk belajar. Kami ingin meningkatkan sistem layanan informasi kami, memperkuat website, memperbaiki tata kelola data, dan memperluas kanal komunikasi publik.

Dari Regulasi ke Budaya

Pada akhirnya, keterbukaan informasi publik bukanlah soal regulasi semata. Ia adalah budaya. Dan budaya tidak lahir dari peraturan, tetapi dari kebiasaan, keteladanan, dan pendidikan. Inilah yang sedang kami bangun bersama Komisi Informasi Sumsel.

Kami ingin setiap pegawai Kemenag Sumsel merasa bangga ketika kantornya dinilai informatif. Kami ingin siswa madrasah merasa penting menjadi bagian dari duta informasi. Kami ingin masyarakat luas melihat Kemenag Sumsel sebagai rumah besar yang ramah, transparan, dan akuntabel.

Mengundang Partisipasi Publik

Dalam semangat ini, saya juga ingin mengundang masyarakat untuk berpartisipasi. Keterbukaan informasi publik bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga hak masyarakat. Hak ini harus diiringi dengan kesadaran, etika, dan tanggung jawab.

Jika masyarakat aktif meminta informasi, mengawasi program, dan memberikan masukan, maka lembaga publik akan terdorong untuk lebih baik. Sebaliknya, jika masyarakat pasif, keterbukaan informasi publik akan berhenti menjadi jargon.

Menatap Masa Depan

Sinergi Kemenag Sumsel dan Komisi Informasi Sumsel baru saja dimulai. Saya yakin perjalanan ini panjang, penuh tantangan, tetapi juga menjanjikan. Kami ingin Sumsel menjadi provinsi percontohan dalam keterbukaan informasi publik, terutama di sektor pelayanan keagamaan.

Visi kami sederhana: menciptakan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berorientasi pada pelayanan. Namun visi sederhana ini membutuhkan kerja keras, keberanian, dan kolaborasi.

Bagi saya pribadi, keterbukaan informasi publik bukan hanya soal memenuhi standar penilaian. Ia adalah komitmen moral, warisan untuk generasi mendatang, dan bagian dari upaya membangun peradaban yang lebih berkeadilan.

Mari kita jadikan keterbukaan informasi publik sebagai jalan peradaban. Mari kita bentuk generasi baru yang tidak takut transparansi, yang percaya bahwa kejujuran adalah kekuatan, dan yang melihat pemerintahan bukan sebagai tembok, tetapi sebagai mitra.

Dengan semangat itu, Kemenag Sumsel akan terus berdiri di garis depan, bersama Komisi Informasi Sumsel, menjadikan keterbukaan publik sebagai realitas sehari-hari, bukan sekadar slogan.**

Palembang, 16 September 2025

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *