MUARAENIM | KabarSriwijaya.NET— Zuhur baru saja berlalu. Selembar keheningan masih menyelimuti langit-langit Masjid Julaibib, ketika langkah Ustadz Tegar Zamorano menyusuri pelataran menuju gedung kecil di seberang — Balai Latihan Keterampilan (BLK) Pondok Pesantren (PP) Laa Roiba. Gedung itu bukan sekadar ruang, melainkan saksi dari tumbuhnya benih-benih perubahan di Muaraenim.
Di hadapan pintu BLK, sebuah mobil double cabin terparkir tenang. Pada sisi pintunya tertera logo sebuah perusahaan tambang: PAMA, lambang segitiga biru bersanding dengan kotak kuning terang, bagai dua sisi dunia yang berbeda — dunia industri, dan dunia pendidikan iman.
Bukan sekadar tempat bersandar
Hari itu, Selasa, 25 Juni 2025, menjadi penanda penting dalam perjalanan Sekolah Khatib dan Imam (SKIM) Laa Roiba. Sebuah jembatan empati dibangun, ketika Danang Prakoso — dikenal sebagai Mas Pras, CSR Section Head PT Pamapersada Nusantara (MTBU) — hadir bersama timnya, menyerahkan 25 unit kursi lipat kepada SKIM. Seperangkat kursi 25 unit, barangkali tampak biasa, namun bagi SKIM Laa Roiba, ia lebih dari sekadar logam dan sandaran: ia adalah dukungan yang melahirkan harapan.
BACA BERITA LAINNYA :
Safari Ramadhan PT PAMA, Kunjungi Pesantren La Roiba Muaraenim
“Bantuan ini kami hadirkan bukan sekadar seremonial. Kami ingin agar sekolah ini benar-benar mencetak khatib dan imam yang tidak hanya fasih berbicara, tetapi juga menyinari umat,” tutur Mas Pras dengan nada tulus yang menyejukkan.

Bagi Pras, Laa Roiba bukan hanya sebuah pesantren. Ia adalah sumur bening tempat masyarakat mendulang makna. Saat ia mengenal gagasan besar KH Taufik Hidayat tentang pendidikan khatib dan imam, tak perlu waktu lama baginya untuk bersikap: “Program ini bukan hanya bagus. Ini mendesak. Kita butuh sosok khatib yang tidak hanya hafal kutbah, tetapi bisa menggerakkan jiwa. Kami pernah berkeliling desa-desa dan menyaksikan betapa banyak masjid masih sunyi dari pencerahan,” ujarnya.
Tanggungjawab Sosial
Kepala SKIM Laa Roiba, Ustadz Imron Supriyadi, menyambut baik bantuan tersebut dengan penuh rasa syukur. Sambil menyampaikan salam dan terima kasih dari Kiai Taufik, ia menegaskan bahwa dukungan seperti ini adalah bentuk tanggung jawab sosial yang ideal — di mana dunia industri dan dunia dakwah saling bertaut dalam satu niat suci: membangun peradaban.
“Kami percaya, proses pendidikan bukan sekadar tugas pesantren. Ia adalah tugas semua pihak yang masih memiliki nurani. Dan bantuan ini, Insya Allah, menjadi amal jariyah yang mengalir tak putus bagi PAMA,” ujar Imron, mantan dosen UIN Raden Fatah Palembang.
Ia menutup pesannya dengan petuah yang menggugah, mengutip Imam Ali bin Abi Thalib: “Berilah, walau sedikit. Karena tidak memberi sama sekali, nilainya lebih sedikit dari sedikit itu sendiri.”
Kini, dua puluh lima kursi itu telah berdiri rapi di ruang kelas SKIM. Mungkin suatu hari nanti, dari balik sandarannya, akan berdiri para khatib muda — yang bukan hanya pandai berkata, tapi juga mampu menyentuh nurani umat.
TEKS: Redaksi Laa Roiba | EDITOR : Tim TV Laa Roiba