Muaraenim | KabarSriwijaya.Net– Di sebuah kota yang pelan-pelan berubah wujud oleh mesin dan tambang, ada yang tetap menggantungkan harapannya pada kata-kata. Tepatnya, ayat-ayat.
Pada hari Kamis, 15 Mei 2025, Pondok Pesantren Tahfidz dan Dakwah Laa Roiba, Muara Enim, genap berusia enam tahun—sebuah usia yang masih muda, namun sudah berani menantang zaman.
Hari itu, mereka bukan hanya merayakan ulang tahun, tapi juga menandai kelahiran lembaga baru: Sekolah Khatib dan Imam (SKIM) Sumatera Selatan. Sekolah yang mungkin tidak akan mengajarkan cara membangun menara masjid lebih tinggi, atau memperindah kubah dengan cat emas.
Muaraenim Titik Mula
Tapi ia akan bicara tentang bagaimana mengisi kekosongan mimbar, tentang bagaimana suara adzan bisa kembali menggugah hati, bukan sekadar menggema.
“Kita memulai dari sini,” ujar pendirinya, KH Taufik Hidayat, alumnus pelatihan ESQ Ary Ginanjar, ketika ditemui selepas acara Milad. Ia berbicara dengan nada pelan, tapi tegas.
“Muara Enim adalah titik mula. Tapi kami ingin menjangkau seluruh Sumatera Selatan, bahkan kalau bisa, setiap pojok yang masih percaya bahwa masjid bukan sekadar bangunan.”
menawan secara fisik
Dari banyak pengalaman dakwah di masjid-masjid yang menawan secara fisik namun sunyi dari pengelola ibadah yang mumpuni, Taufik belajar satu hal: Masjid hari ini terlalu gemar memoles dinding, namun abai merawat ruh.
“Ada masjid yang tak bisa menemukan imam yang tartil, atau khatib yang tak sekadar membaca teks. Dan ketika bilal bersuara, yang terdengar hanya suara, bukan getar,” tuturnya.
BACA BERITA TERKAIT LAINNYA :
- Milad ke-6 PP La Roiba : Di Bawah Langit Pesantren, Dzikir dan Lentera
- Terbit “Menyemai Cahaya Kata” Buku “Anti Grogi” MC, Khatib dan Imam
- Sekolah Khatib & Imam La Roiba : Membaca Dakwah dari Akar Rumput
Ia tahu bahwa keindahan bisa menjadi jebakan. Banyak masjid indah berdiri, tapi sedikit yang mampu menghadirkan SDM yang bisa menuntun umat, terutama generasi muda. Padahal, dalam diam-diam, waktu terus berjalan, dan para imam serta khatib tua satu per satu menua dan hilang.
berplakat marmer dan logo
Dari kegelisahan itu, SKIM lahir. Sebuah sekolah yang bukan sekolah biasa. Bukan gedung-gedung berplakat marmer dan logo kementerian. Tapi kursus singkat, enam bulan lamanya, tiga kali seminggu. Di Balai Latihan Keterampilan (BLK) milik pesantren, para pemuda dari berbagai masjid akan ditempa: menjadi khatib, imam, bilal, bahkan MC.
“Praktik, bukan teori,” tegas Imron Supriyadi, Ketua Program SKIM, yang juga dosen dan pelatih teater. “Delapan puluh persen praktik. Dua puluh persen teori. Di sini kami tidak mengajarkan mimbar sebagai panggung, tapi sebagai tempat pengabdian.”
Peserta SKIM bukan siapa-siapa: mereka yang belum pernah tampil, bahkan mungkin belum pernah diminta apa-apa. Tapi dari merekalah akan lahir orang-orang yang siap tampil, jika masjid satu waktu memanggil.
“Kita ajarkan mereka hal-hal kecil yang selama ini dianggap remeh: memimpin tahlil, membacakan Yasin, mengurus jenazah, jadi MC acara Maulid. Hal-hal yang kerap mendadak, tapi justru sangat menentukan,” tambah Imron.
bukan ongkos pribadi
Biaya sekolahnya? Dua setengah juta untuk enam bulan. Terlihat mahal, tapi ini bukan ongkos pribadi. Ini dana masjid. Dana yang sering dipakai beli terali besi, keramik baru, atau speaker set seharga satu motor. “Kalau masjid bisa membeli semen dan batu bata untuk dinding, kenapa tak bisa membayar untuk manusia?” tanya Imron. Retoris, tapi menusuk.
Dibagi dalam dua sesi
Kini, beberapa masjid sudah mulai mendaftar. Kelas pertama dijadwalkan mulai pertengahan Juni 2025, dibagi dalam dua sesi: pagi hingga siang, atau siang hingga sore. Sebab hidup para calon imam dan khatib itu bukan di menara, tapi di jalanan, kampus, ladang dan toko kelontong. Maka sekolah mereka juga harus menyesuaikan waktu manusia, bukan sebaliknya.
Dan begitulah, dari sebuah pesantren kecil yang tumbuh dengan keyakinan besar, lahir sebuah sekolah yang tak mewah, tapi barangkali penting. Sebab negeri ini butuh lebih dari sekadar masjid indah. Ia butuh suara-suara yang tahu ke mana arah kiblat umat.
TEKS: T. PAMUNGKAS | EDITOR: WARMAN P
📌 Pendaftaran SKIM Laa Roiba:
📞 Ustadz Riki: 0852-4686-0643
📞 Ustadz Imron: 0812-7127-4232